Suara.com - Mobil listrik sebagai kendaraan masa depan dinilai lebih bebas polusi dan dapat membantu menghasilkan udara yang bersih. Namun demikian, keberadaan produk terelektrifikasi sampai saat ini sebenarnya masih menjadi perdebatan.
Pasalnya kendaraan listrik dianggap tidak lebih polutif dibandingkan tipe konvensional. Yaitu menggunakan internal combustion engine (ICE).
Analis sistem energi utama di Argonne National Laboratory, laboratorium Departemen Energi Amerika Serikat, Jarod Cory Kelly mengatakan, kendaraan listrik menghasilkan lebih banyak karbon daripada mobil ICE. Utamanya karena ekstraksi dan pemrosesan mineral dalam baterai kendaraan listrik dan produksi sel daya yang dihasilkan.
Namun seberapa besar celah karbondioksida pada sebuah kendaraan listrik hanya bisa dilihat dari berapa lama masa pakainya.
Baca Juga: Penjualan Mobil Listrik di Eropa Melonjak di Tengah Pandemi
"Faktor-faktor seperti ukuran baterai kendaraan listrik dan bagaimana daya yang digunakan untuk mengisi kendaraan listrik sangat berpengaruh," katanya, dikutip dari MalaysiaKini.
Sebuah studi menunjukkan, meski mobil elektrik bebas emisi di jalan, ternyata kendaraan yang diprediksi lebih ramah lingkungan ini juga mengeluarkan lebih banyak karbondioksida.
Menurut studi yang dilakukan perusahaan otomotif Berils Strategy Advisors di Munich, Jerman, permintaan baterai untuk mobil listrik akan terus meningkat. Peneliti memprediksi lebih dari 10 juta mobil setidaknya membutuhkan baterai berkapasitas 60 kilowatt per jam (kWh).
Dengan demikian, rencana untuk mengurangi emisi gas rumah kaca lewat pemakaian mobil elektrik mungkin tak semudah itu terwujud. Pasalnya dengan baterai berbobot berat, jejak karbon mobil listrik masih cukup besar.
Baca Juga: Tok! Bulan ini BMW Mulai Stop Penjualan Mobil Listrik i3