Suara.com - CEO Daimler, Ola Kallenius mengkritik aktivis lingkungan yang menyebutkan bila mobil Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) adalah mobil listrik palsu.
Menurutnya, pernyataan itu sangatlah berlebihan dan tidak tepat. Pasalnya teknologi PHEV yang ada di mobil sekarang adalah generasi terbaru dari kendaraan terelektrifikasi.
"Teknologi PHEV saat ini adalah generasi ketiga. Dan yang dituduhkan aktivis masih saja merujuk data dari generasi pertama. Di mana baterainya lebih kecil dan jangkauannya lebih pendek," kata Ola Kallenius, dikutip dari AutomotiveNews.
![Sebuah Toyota Prius PHEV diparkir di Cisarua, Bogor, Jawa Barat pada awal Oktober 2019. [Antara/Risbiani Fardaniah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/10/04/22453-toyota-prius-phev.jpg)
Ia menambahkan, daya jangkau yang ditawarkan mobil PHEV lebih jauh. Banyak pelanggan memanfaatkan mode listrik dalam berkendara.
Baca Juga: Maskeei Menggelar Konferensi Energi Bersih, Sebutkan Kendaraan Listrik
Bahkan Mercedes C-Class Plug-in Hybrid terbaru dapat dikendarai sejauh 100 km dengan mode listrik. Jarak tempuh ini dua kali lebih jauh dari pendahulunya.
Sementara itu CEO Hyundai Eropa, Michael Cole mengatakan daya jangkau mobil berteknologi Plug-in Hybrid jika menggunakan mode listrik mampu mengurangi pencemaran udara.
"Saya masih berpikir teknologi ini menawarkan pengurangan CO2 secara nyata. Dengan menggunakannya untuk bepergian maka bisa terbebas dari emisi dalam waktu yang tepat di bawah kondisi yang tepat," ungkap Michael Cole.
Sebelumnya, para aktivis menyampaikan bahwa sebagian besar pengemudi mobil berteknologi PHEV menggunakan mode non-listrik yang terkadang membuat emisi CO2 lebih tinggi daripada mobil bermesin pembakaran biasa. Mereka menganggap, bobot kendaraan yang berat karena adanya baterai membuat mesin mobil bekerja lebih ekstra.
Baca Juga: Akhiri Sengketa Hak Paten, Daimler AG Sepakat Membayar Teknologi Nokia