Pengembangan EBT, Sektor Otomotif Jadi Bagian Komitmen Kemenperin

Senin, 22 Maret 2021 | 16:20 WIB
Pengembangan EBT, Sektor Otomotif Jadi Bagian Komitmen Kemenperin
Indikator Toyota Prius Hybrid dengan informasi mode operasional perpaduan listrik dan bensin. Sebagai ilustrasi mobil hybrid menggunakan bahan bakar tak melulu minyak bumi [Suara.com/Manuel Jeghesta Nainggolan].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejak 2013, Kementerian Perindustrian atau Kemenperin telah mendorong industri otomotif dengan kebijakan Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau Low Cost Green Car (LCGC), dan mobil hybrid.

Dikutip dari kantor berita Antara, ketika tren kendaraan listrik kian meningkat, Kemenperin juga melihat peluang Indonesia untuk ikut ambil bagian dalam industri kendaraan terelektrifikasi. Tidak hanya sebagai negara pengguna, namun menjadi produsen dan komponen dari ekosistemnya.

Kemenperin pun mendukung pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) melalui kebijakan industri yang tertuang dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.

"Saat ini kita telah memasuki tahap dua (periode 2020–2024) dalam RIPIN, yang difokuskan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi, serta didukung oleh SDM yang berkualitas," papar Eko SA Cahyanto, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin dalam Webinar Nasional IKA FH Unair Jabodetabek dan FH Unair di Jakarta, Sabtu (20/3/2021).

Baca Juga: Best 5 Oto: Pengantin Perempuan Jemput Mempelai, Ada Kamera Canggih ETLE

Peresmian SPKLU dilakukan di empat kota: Jakarta, Tangerang, Bandung, dan Bali bagian selatan, bertepatan Hari Sumpah Pemuda [Dok PLN].
Peresmian SPKLU dilakukan di empat kota: Jakarta, Tangerang, Bandung, dan Bali bagian selatan, bertepatan Hari Sumpah Pemuda. Sebagai ilustrasi terus dikembangkannya ekosistem kendaraan terelektrifikasi. Gambar diambil jauh sebelum masa pandemi Covid-19  [Dok PLN].

"Kemenperin telah menyusun peta jalan pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sampai 2030 sebagai bentuk komitmen dalam mengurangi emisi karbon," lanjutnya.

Dalam peralihan menuju kendaraan listrik ini, diharapkan tercapai target penurunan emisi karbon dioksida atau CO2 pada 2020 sebesar 2.300 ton dan terus meningkat menjadi 1,4 juta ton di 2035.

Di sisi lain, dari riset yang dilakukan tim Padan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT, ditunjukkan bahwa penggunaan kendaraan listrik akan meningkatkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 7 persen pada 2030 dan meningkat menjadi 27,1 persen di 2050. Hal ini juga tergantung dari pembangkit listrik yang digunakan.

"Saat ini dunia tengah berlomba-lomba untuk mengurangi emisi karbon. Kemenperin juga telah mengupayakan dalam bentuk regulasi yang mendorong penurunan emisi karbon, salah satunya di sektor otomotif," kata Eko SA Cahyanto.

Dari 10 kelompok industri prioritas dalam Kebijakan Industri Nasional (KIN) 2020-2024, Industri Pembangkit Energi menjadi bagian di dalamnya dengan pengembangan industri alat kelistrikan, yaitu motor atau generator listrik, baterai sebagai pendukung pembangkit listrik, solar cell dan solar wafer, turbin, tungku pemanas (boiler), pipa alir uap panas, dan mesin peralatan pembangkit listrik.

Baca Juga: Rekapitulasi Hasil Lawatan Menperin ke Jepang di Sektor Otomotif

Pada kesempatan itu Dirjen KPAII ini juga melakukan penandatanganan MoU dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga untuk bekerja sama dalam hal pengembangan sumber daya manusia pada kedua belah pihak.

"Melalui kerja sama ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih bagi dunia pendidikan yang berwawasan baik secara akademik maupun realitas," ujar Eko SA Cahyanto melalui keterangan tertulis, sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, Kemenperin juga mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan sebagaimana diserukan melalui standar industri hijau yang sejalan dengan pasal 32 huruf a, dan dijelaskan lagi di pasal 34 sebagai energi yang diupayakan menggunakan energi baru dan terbarukan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI