Tren Kendaraan Listrik Momentum Transformasi Industri Otomotif Indonesia

Liberty Jemadu Suara.Com
Minggu, 24 Januari 2021 | 05:35 WIB
Tren Kendaraan Listrik Momentum Transformasi Industri Otomotif Indonesia
Mobil listrik Lexus UX 300e yang mengandalkan baterai Lithium Ion berkapasitas 54,3 kWh. [Dok Lexus Indonesia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tren mobil listrik mulai datang dan Indonesia berada di waktu serta tempat yang tepat.

Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yang merupakan salah satu bahan baku pembuatan baterai untuk mobil listrik. Jumlahnya kurang lebih 21 juta ton atau 25% cadangan nikel dunia.

Investasi pun mulai berdatangan. Desember lalu pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan kerja sama dengan perusahaan asal Korea Selatan, LG Energy Solution untuk investasi senilai Rp 130 triliun untuk penambangan bahan baku dan pembuatan sel baterai.

Untuk itu pemerintah harus bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan transformasi industri manufaktur. Momen ini juga perlu dijaga dan ditindaklanjuti dengan kebijakan yang memudahkan bisnis dan membuat Indonesia menjadi bagian dari Global Value Chain atau rantai pasok global, saat komponen produksi Indonesia digunakan di negara lain.

Baca Juga: BPPT Berambisi Bangun Motor Penggerak Kendaraan Listrik

Dampak positif industri mobil listrik

Investasi sel baterai merupakan bagian dari keinginan pemerintah membangun pusat industri mobil listrik di Indonesia.

Pemerintah berencana membuat Indonesia menjadi negara pertama dengan industri hulu sampai hilir untuk baterai mobil listrik. Jadi mulai dari penambangan bahan baku untuk baterai sampai ke pembuatan baterai mobil listrik itu terjadi di Indonesia.

Sebuah laporan menyatakan LG Energy Solution tengah menggarap kerja sama dengan Hyundai untuk menjadi pemasok utama baterai listrik untuk mobil buatan Hyundai.

Saat ini, Hyundai Motor sedang membangun pabrik mobil senilai Rp 21 triliun di kawasan Deltamas, Bekasi, Jawa Barat dengan kapasitas produksi hingga 250.000 mobil per tahun, termasuk kendaraan listrik.

Baca Juga: BL-SEV01, Sepeda Motor Listrik Karya Universitas Budi Luhur

Pabrik ini akan mulai beroperasi secara komersial pada akhir 2021 dan menjadi pabrik Hyundai terbesar di kawasan ASEAN.

Investasi dari hulu ke hilir ini akan memiliki dampak yang sangat positif bagi perekonomian Indonesia. Pabrik Hyundai Motor saja akan mempekerjakan 23.000 orang untuk pabrik barunya.

Indonesia memiliki peluang yang sangat tinggi untuk meningkatkan nilai tambah barang tambangnya. Seiring dengan kebutuhan industri sel baterai untuk mengurangi kandungan kobalt yang telah menjadi terlalu mahal, peran nikel akan semakin penting di dalam industri mobil listrik.

Dengan cadangan nikel yang besar, Indonesia memiliki daya tarik yang tinggi bagi produsen sel baterai dan mobil listrik global.

Kedatangan investor-investor ini seolah menjawab keinginan Indonesia untuk melakukan transformasi ekonomi melalui investasi asing dan peningkatan nilai ekspor.

Indonesia tidak hanya memerlukan investasi asing untuk mendapatkan kapital atau modal untuk pembangunan di dalam negeri, namun juga menggunakan teknologi mereka.

Dorongan untuk meningkatkan nilai ekspor dari nikel ke sel baterai dan bahkan mobil listrik, akan membantu mengamankan nilai tukar rupiah dan neraca pembayaran atau transaksi antarnegara.

Memanfaatkan pasar dunia

Untuk menaikkan posisi Indonesia di dalam rantai pasok global, pemerintah harus memastikan bahan baku lain untuk industri mobil listrik dapat dipasok dengan cepat, mudah dan murah. Ini penting untuk menjaga produk Indonesia tetap kompetitif di pasar global.

Belajar dari permasalahan di otomotif konvensional, kebutuhan bahan baku adalah salah satu permasalahan yang mengakibatkan Indonesia kalah bersaing dibandingkan Thailand.

Industri sel baterai dan mobil listrik memiliki rantai pasok yang lebih kompleks dibandingkan otomotif konvensional. Ini karena beberapa kebutuhan penting seperti semikonduktor atau bahan penghantar listrik yang tidak dapat dipasok dari dalam negeri saat ini.

Pada saat yang sama, Indonesia harus bisa menangkap permintaan global untuk mobil listrik karena permintaannya akan lebih besar jika dibandingkan dengan pasar domestik.

Saat ini harga mobil listrik masih relatif mahal dan menjadi pangsa pasar segmen premium atau menengah atas di Indonesia.

Sebagai contoh PT Hyundai Motors Indonesia (HMI) resmi menjual dua mobil listriknya, yakni Hyundai Ioniq EV dan Hyundai Kona EV, yang dibanderol dalam rentang harga Rp 600 jutaan, sementara mayoritas daya beli masyarakat masih untuk mobil di bawah Rp 250 juta.

Selain itu meningkatkan ketersediaan listrik dan stasiun pengisi daya bukan perkara mudah. Program konversi Bahan Bakar Gas (BBG) dapat menjadi pengingat betapa sulitnya membangun infrastruktur kendaraan secara menyeluruh.

Memanfaatkan bahan baku dan permintaan global artinya terlibat lebih jauh ke dalam rantai pasok global.

Untuk itu kuncinya adalah pemanfaatan perjanjian dagang.

Indonesia saat ini terlibat dalam berbagai perjanjian dagang penting, salah satunya adalah Regional Comprehensive Economic Cooperation (RCEP) atau Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional.

RCEP memiliki konsep Rule of Origin aturan asal barang untuk impor yang sangat fleksibel dan memungkinkan Indonesia memanfaatkan pasar RCEP secara efektif.

Untuk menangkap peluang ini, pemerintah harus memastikan seluruh kementerian terkait untuk terlibat melihat kembali peraturan seperti harmonisasi atau penyamaan standar teknis dan tingkat kandungan lokal.

Artikel telah tayang di The Conversation.

The Conversation

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI