Suara.com - Pengamat otomotif Nasional, Dr. Yannes Martinus Pasaribu M.Sn menyatakan bahwa penolakan Menteri Keuangan terhadap pajak nol persen atau 0% untuk mobil baru hanya akan berdampak sedikit terhadap industri otomotif.
Menurutnya, pandemi COVID-19 telah menurunkan mobilitas manusia secara sangat signifikan. Penurunan mobilitas ini berpengaruh langsung terhadap penurunan konsumsi.
Penurunan konsumsi ini berakibat pada penurunan transaksi ekonomi masyarakat yang berimbas pada menurunnya pendapatan kelompok middle high income. Nah, apalagi untuk yang berada di middle low. Hal ini jelas membuat potensi beli masyarakat secara keseluruhan masih dalam keadaan lemah.
"Seandainya pajak berhasil dinolkan(dibut menjadi nol persen) pun paling banyak hanya bisa mengangkat sekitar 10 - 15 persen saja terhadap peningkatan minat masyarakat untuk membeli mobil," kata Dr. Yannes Martinus Pasaribu M.Sn kepada Suara.com.
Baca Juga: Sri Mulyani: Tak Ada Rencana Pajak Nol Persen untuk Mobil Baru
Namun demikian, lanjut akademisi yang menjabat sebagai Lektor Kepala Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, dampaknya pada industri otomotif jelas ada.
Jika pajak berhasil dinolkan bakal ada potensi peningkatan 10 - 15 persen dalam hal konsumsi kendaraan bermotor. Tanpa pemberian relaksasi pajak nol persen, paling banyak hanya terjadi kenaikan sekitar 3 - 5 persen saja.
Artinya, potensi peningkatan yang diharapkan oleh industri otomotif menjadi sirna. Beban operasional mereka semakin berat untuk membayar seluruh pengeluaran rutin dan bunga bank, sementara pemasukan sangat jauh di bawah target sebelum COVID-19 terjadi. Sedangkan pengeluaran tetap perusahaan tetap dan terus terjadi.
"Jika ini terus berkepanjangan akan berpotensi menambah jumlah industri otomotif yang kolaps," pungkas Yannes Martinus Pasaribu.
Baca Juga: Rencana Relaksasi Pajak Nol Persen Berlarut, Ini Tanggapan Daihatsu