Suara.com - Sopir ambulans bernama Kees Veldboer bukan sembarang sopir. Ia dianggap berjasa membantu ribuan orang yang sakit keras mewujudkan keinginan terakhir sebelum meninggal dunia.
Selama lebih dari 10 tahun, warga Belanda berusia 60 tahun ini membantu pasien yang sakit keras mewujudkan "keinginan terakhir" sebelum meninggal dunia, seperti menikmati pantai, pergi ke museum, stadion olahraga, pergi ke gereja, hingga menikmati ladang bunga yang tengah mekar.
- Hidup berdampingan dengan kematian di Toraja
- Apakah makan durian bisa sebabkan kematian?
- Bagaimana gelombang panas bisa menyebabkan kematian?
Berpacu dengan waktu ke Vatikan
Veldboer mengatakan salah satu pengalaman yang paling berkesan adalah berpacu dengan waktu membawa pasien yang ingin berkunjung ke Roma sebelum menghembuskan napas terakhir.
Ini terjadi pada 2013. Seorang perempuan berusia 60-an tahun, yang hanya bisa tergolek lemah di tempat tidur, mengatakan kepada Veldboer bahwa ia ingin bertemu Paus.
Baca Juga: Paus Fransiskus: COVID-19, Bumi Bisa Beristirahat Sejenak
Veldboer mencari informasi dan disimpulkan bahwa keinginan ini bisa diwujudkan.
Paus biasa menemui langsung warga Katolik yang berkunjung ke Vatikan.
Ia lantas mencocokkan jadwal dengan harapan ia dan pasien perempuan yang ia bawa bisa melihat Paus secara langsung.
Tentu bukan pekerjaan mudah, jarak Rotterdam-Vatikan sekitar 1.600 km.
Singkat kata, ia berhasil membawa pasien ini ke Vatikan.
Baca Juga: Pandemi Covid-19, Paus Fransiskus: Beri Waktu Bumi Beristirahat
"Saya tempatkan perempuan tersebut di tempat tidur dorong dan memilih tempat di bariasan terdepan [menghadap Basilika Santo Petrus]," kenang Veldboer.
Di antara kerumunan massa ada beberapa orang yang menggunakan kursi roda. Pasien yang dibawa Veldboer adalah satu-satunya yang berada di atas tempat tidur dorong.
Seperti diperkirakan Veldboer, pasien perempuan yang ia bawa menarik perhatian Paus.
Paus menghampiri, berbincang dan memegang pasien perempuan dari Belanda ini.
"Paus memberkatinya ... juga berdoa semoga ia damai di alam baka," kata Veldboer.
Pasien perempuan ini sangat senang bisa bertemu Paus. Tak berselang lama, ia dan Veldboer kembali ke Belanda.
Beberapa hari kemudian, perempuan itu meninggal dunia.
Merindukan laut
Veldboer sudah banyak membantu memenuhi permintaan terakhir para pasien, banyak di antaranya yang tidak biasa. Ia pernah membawa pasien ke kandang kuda karena pasien ini ingin mengucapkan selamat tinggal.
Ia juga sering membantu pasien yang ingin berpamitan dengan hewan piaraan mereka.
Yang lebih sering adalah keinginan pasien untuk melihat rumah dan kampung, juga menonton laga olahraga, ke museum, kebun binatang atau akuarium untuk terakhir kalinya.
Ada juga ingin bisa melakukan hobi, seperti memancing misalnya.
Atau berlayar di laut meski hanya untuk sesaat.
Pengalaman bekerja sebagai paramedik dan sopir ambulans membuat kegiatan menemani orang yang berada di titik akhir perjalanan hidup --yang rata-rata berusia 70-an, 80-an, dan 90-an tahun-- bukan sesuatu yang menakutkan.
Menyayat hati
Baginya menemani anak muda menemui kematian sering kali sulit dan membuatnya sangat sedih.
Pada 2009 Veldboer mendapat panggilan telepon dari seorang anak muda yang ingin membawa pulang kekasihnya.
"Sang kekasih ini sakit-sakitan karena kanker. Pacarnya ingin membawa pulang agar ia bisa melihat apartemen baru yang ia beli," kata Veldboer.
Setelah mendapat izin dari dokter, Veldboer membantu membantu pasien ini melihat apartemen baru tersebut.
"Pasien ini dan pacarnya menghabiskan beberapa jam di apartemen baru tersebut. Kemudian saya bawa lagi pasien ini kembali ke rumah sakit. Beberapa jam kemudia ia meninggal dunia," kata Veldboer.
Berhadapan dengan kematian
Veldboer mengatakan kematian adalah sesuatu yang pasti dan tak bisa dicegah.
"Begitu Anda menerima pemahaman ini, perspektif Anda akan berubah," katanya.
"Kita tak bisa mencegah atau menghentikan kematian ... kematian harus kita hadapi."
Veldboer mengatakan ia tidak punya pikiran bahwa suatu saat nanti akan membantu orang-orang memenuhi keinginan terakhir.
Semuanya berawal pada satu kejadian di tempat kerja pada November 2006.
"Saat itu saya kerja di rumah sakit dan ditugaskan membawa seorang pasien sakit keras ke satu rumah sakit lain. Dia ditempatkan di tempat tidur dorong. Diperkirakan ia hanya bertahan hidup maksimal tiga bulan," kata Veldboer mengenang.
Di perjalanan ia berbincang-bincang dengan pasien tersebut. Veldboer bertanya apakah ada tempat yang sangat ia rindukan dan dijawab bahwa pasien ini ingin bisa melihat kapal dan laut.
Dari sini, Veldboer menelepon pengelola pelabuhan Rotterdam dan bertanya apakah boleh membawa pasien ke pelabuhan.
Pihak pelabuhan membolehkan. Akhirnya, dengan bantuan dua rekan dan pada hari libur kerja, Veldboer membawa pasien ini ke tepi laut untuk bisa melihat dan menikmati ombak.
Pasien yang tengah menjemput kematian ini mengalami perubahan emosi yang luar biasa.
"Tiba-tiba saja wajahnya bersinar dan tersenyum. Ia menjadi penuh dengan energi."
Veldboer tak hanya menemaninya di tepi pelabuhan. Ia bahkan membawa pasien ini masuk ke kapal tongkang dan berlayar di laut.
"Pasien itu sungguh sangat senang. Ia mengatakan, "Anda orang asing bagi saya, tapi Anda mau melakukannya untuk saya.'"
Pasien yang ia bawa adalah pasien penyakit kanker. Kondisinya begitu parah, bahkan ia tak bisa berjalan.
Saat kembali ke rumah sakit, pasien ini menjadi jauh lebih periang. Ia meninggal dunia pada April 2007, hidup lebih tiga bulan, melebihi sisa waktu yang divonis dokter.
Dari pengalaman ini, Veldboer dan istrinya mendirikan yayasan pada April 2017, dengan tujuan utama membantu para pasien yang sakit keras mewujudkan keinginan terakhir sebelum meninggal dunia.
Bantuan cuma-cuma
Dalam dua tahun pertama, ia masih bisa menjadi relawan yayasan memenuhi keinginan para pasien dan pada saat yang sama tetap bekerja sebagai paramedik.
Namun, makin lama jumlah pasien yang ingin dibantu mewujudkan keinginan terakhir semakin banyak.
Akhirnya ia mundur dari rumah sakit dan bekerja penuh di yayasan.
"Yayasan kami sudah membantu hampir 15.000 orang pergi ke tempat-tempat yang mereka sukai [sebelum mereka meninggal dunia]. Saya sendiri membantu memenuhi keinginan ribuan orang," kata Veldboer.
Ia mengatakan orang-orang yang dibantu ini sangat senang. "Inilah yang membuat saya selalu termotivasi," katanya.
Veldboer sekarang punya tujuh ambulans dan membantu mendirikan yayasan serupa di 14 negara. Yayasan ini tidak mengejar keuntungan dan pasien tidak dipungut biaya.
Yayasannya tidak mendapat bantuan dari pemerintah dan menggantungkan biaya operasi dari donasi.
Percakapan yang sulit
Pasien bisa membawa dua orang saat memenuhi keinginan terakhir. Namun sering kali, tidak ada percakapan sama sekali.
"Banyak orang tak mau berbicara tentang kematian. Para perempuan biasanya berbicara tentang ini dengan suami mereka, namun laki-laki enggan membicarannya dengan istri," kata Veldboer.
Ia biasanya mendorong pasangan untuk membicarakan kematian ini secara terbuka.
"Saya kadang duduk bersama mereka dan begitu ada pembicaraan, saya pergi. Begitu saya kembali, biasanya mereka menangis."
"Ada orang yang menerima kematian dengan hati terbuka, ada pula yang tak mau menyerah. Bahkan di waktu-waktu terakhir, mereka masih yakin bisa melawan kematian," kata Veldboer.
Ia mengatakan sebagian besar orang yang ia dampingi merasa bahagia dengan hidup yang dijalani. Hanya beberapa saja yang mengatakan kecewa.
Lantas, bagaimana dengan dirinya sendiri? Apa yang ingin ia lihat atau lakukan sebelum menghembuskan napas yang terakhir?
"Sulit mengatakannya sekarang ... mungkin bagi saya, saya ingin ditemai anak-anak saya di saat-saat terakhir nanti."