Lalu Rajesh menelepon Sunil.
“Itu telepon terakhir kami,” kata Sunil. “Ia tidak bercerita rinci apa yang terjadi padanya. Namun karena saya bekerja di NHS (Dinas Kesehatan Inggris), ia pun menanyai saya, apakah aman keadaan sekarang, apakah lebih baik kalau kembali ke India, dan sebagainya. Ia tanya apa saya punya jalan buat kembali ke India agar ia bisa kumpul bersama keluarganya. Namun saat itu, India juga sudah dikarantina.”
Rajesh juga bilang ia butuh tempat baru karena pemilik pondokan mengatakan ia berisiko membawa virus. Namun kata Sunil, Rajesh tidak bilang bahwa ia sudah diusir dari pondokannya. “Kemungkinan besar karena ia malu”.
Tersengal-sengal saat menelpon
Baca Juga: Berhadiah Total Rp1,2 Miliar, Garena Gelar Free Fire Asia All-Stars 2020
Sesudah mencari beberapa hari, akhirnya ia menemukan satu kamar di sebuah rumah di Harrow, London utara. Ia diminta membayar di muka £4.000 (sekitar Rp71juta), dan ia tak punya uang sebanyak itu. Menurut Mary, Rajesh cari pinjaman.
Sesudah mendapat tempat tinggal, Rajesh takut sekali diusir lagi. Ia menyembunyikan diri dan menghindar kontak dengan pemilik pondokan dan penghuni lain. Bahkan ia tak masak untuk dirinya sendiri.
Kondisi kesehatannya memburuk. Satu-satunya interaksi sosial adalah lewat telepon dengan istrinya.
Di situ Rajesh sesekali meyakinkan istrinya ia akan baik-baik saja, tapi sering juga menangis.
Dalam percakapan-percakapan telepon itulah Mary menyadari Rajesh sulit bernapas.
Baca Juga: Eks TNI Tuntut Presiden Mundur, Sudirman Said: Ini Gejala Demokrasi Biasa
“Ia tersengal-sengal di kamarnya dan tiap hari makin buruk,” kata Mary. “Satu malam saya suruh ia ke rumah sakit. Ia tak mau memanggil ambulans karena tak mau orang lain tahu lalu akhirnya diusir lagi”.