Suara.com - Dalam waktu kurang dari dua pekan, Lebaran 2020 atau 1441 Hijriah bakal berlangsung. Saat ini, mestinya kendaraan-kendaraan pribadi sudah mulai dipreparasi untuk mudik bersama anggota keluarga dan kerabat. Bahkan buat komunitas otomotif malah ada acara mudik bareng segala. Semua anggota melakukan touring dan konvoi bersama-sama menuju kampung halaman.
Demikian pula dengan transportasi umum. Bandara, stasiun bus dan kereta mulai dipadati calon penumpang. Sebuah potret yang sangat Indonesia, di mana puluhan ribu orang berbondong-bondong pulang ke kampung halamannya untuk berkumpul dengan keluarga besar.
Sayangnya, tahun ini situasinya tidak sama. Alih-alih melepas kangen dengan kampung halaman, aktivitas mudik saat pandemi Covid-19 justru berisiko bagi keluarga yang dikunjungi.
Baca Juga: Pemerintah Ngaku Kewalahan Batasi Pengguna KRL Jabodetabek saat PSBB
Berikut adalah beberapa alasan yang dikemukakan Garda Oto dari Asuransi Astra, mengapa sebaiknya kita semua menahan kangen untuk mudik. Juga bingkisan alternatif pengganti paket Lebaran. Semoga bisa dijadikan wacana.
1. Rawan risiko penularan dan gagal physical distancing
- Ketika mudik, kita berisiko terpapar ratusan hingga ribuan orang selama perjalanan. Jumlah orang yang berdekatan tentu akan lebih banyak lagi jika menggunakan transportasi umum seperti kereta api, bus, kapal laut, ataupun pesawat terbang. Juga tidak hanya dengan sesama pemudik, namun penjaja makanan, petugas tiket, dan sebagainya. Sehingga tidak bisa mengenali siapa yang sudah positif terinfeksi Covid-19 dan yang tidak.
- Bahkan, pasien positif pun mungkin tidak sadar sudah terjangkit karena tidak menunjukkan gejala apapun atau asymptomatic. Virus bisa menempel pada fasilitas umum, pintu kendaraan, atau benda lain selama perjalanan.
2. Minimnya fasilitas kesehatan di daerah
- Di Ibu Kota saja masih banyak pemberitaan menyebutkan kekurangan Alat Perlindungan Diri (APD) untuk tim medis, juga pelbagai kebutuhan rumah sakit dalam penanganan pasien-pasien yang terinfeksi Covid-19.
- Bila fasilitas kesehatan daerah tidak siap, bukannya membantu menangani pasien dengan cepat namun malah membuat penyebaran virus menjadi tidak terkendali di daerah itu.
3. Setiap pemudik adalah ODP
- Presiden Joko Widodo meminta agar setiap kepala daerah menetapkan masyarakat mudik dari wilayah Jabodetabek sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP) Covid-19 sesampainya di kampung halaman.
- Para pemudik yang sudah ditetapkan statusnya sebagai ODP, diharuskan menjalankan isolasi mandiri selama 14 hari. Bila sudah begini, terjadilah time consuming. Merepotkan aparat wilayah dan keluarga sendiri. Termasuk pengadaan konsumsi dan akomodasi.
4. Membahayakan keselamatan orang-orang terkasih
Baca Juga: Pakar: Tingkat Polusi Akan Kembali Ketika Lockdown Melonggar
- Walaupun merasa sehat atau sudah didiagnosa tidak positif Covid-19, tetap saja berisiko untuk keselamatan keluarga di kampung halaman. Siapa yang tahu, setelah dinyatakan sehat, dalam perjalanan terpapar virus tanpa menyadarinya.
- Orang-orang yang paling berisiko terinfeksi adalah orangtua dan sanak saudara berusia lanjut. Sesudahnya, pikirkan pula cara penanganan kesehatan dari klinik atau rumah sakit terdekat. Belum tentu memiliki akses mudah.
5. Semakin tidak patuh untuk tetap mudik, waktu PSBB makin lama