Suara.com - Usai balap Grand Prix (GP) Formula One (F1) Brasil 1991. Ayrton Senna, masih dalam balutan race suits tim McLaren-Honda, menerima seorang jurnalis senegara dan melangsungkan obrolan hangat dalam bahasa nasional mereka, Portugis.
"Menjadi pembalap yang memenangi balapan di rumah sendiri adalah sebuah kebanggaan, dan tidak semua orang bisa melakukannya. Bagaimana rasanya?"
Ayrton Senna, dalam kondisi wajah masih terlihat lelah, mendengarkan pertanyaan itu dengan senyum khasnya, lantas memberikan jawaban, "Ini kemenangan buat kita semua, bagi rakyat Brasil, dan bagi negeri kita. Sulit dicapai, namun saya berhasil."
Selanjutnya, driver kelahiran São Paulo, Brasil, 21 Maret 1960 itu berbagi pengalaman, "Saya ada di depan dan memimpin. Namun masih kurang puluhan lap, tiba-tiba gigi ke-lima tidak berfungsi. Ini membuat tubuh saya mesti menerima kelelahan dari yang seharusnya. Terutama bagian tangan, mulai telapak, pergelangan, bahkan sampai kedua bahu. Tidak sampai di sini, gigi ke-empat, ke-tiga, dan, ke-dua juga pada akhirnya tidak berfungsi. Sehingga saya mesti bertahan hanya dengan gigi ke-enam. Dari puluhan, belasan, akhirnya tersisa hanya beberapa lap. Saya mesti menang. Dan berkat Yang Di Atas (gesturnya menunjuk dan mendongak sejenak ke langit), saya berhasil hari ini. Meraih juara pertama."
Baca Juga: 8 Langkah Membuat Masker Kain, Ayo Selipkan Hobi Otomotif di Sini
Tahun itu pula, Ayrton Senna menjadi juara dunia F1 ketiga kalinya (1988, 1990, 1991). Sebuah pengorbanan besar, terlebih bila menyaksikan kondisinya setelah menjuarai GP F1 Brasil 1991 yang mengandalkan satu gigi saja. Tak heran, ketika menyentuh garis finish, ia hanya mampu berteriak memanggil ayahnya, Milton da Silva. Dengan emosional, keduanya berpelukan, dan Ayrton Senna mesti dipapah keluar kokpit karena kelelahan, seperti yang disebutnya tadi: lebih dari seharusnya.
Namun itulah sosok driver pernah berlaga di tim Toleman (1984), Lotus (1985-1987), McLaren (1988-1993), dan Williams (1994). Ayrton Senna dikenal gigih, pantang menyerah, serta penuh tekad atau determinasi. Seperti pernah ia kemukakan dalam sebuah wawancara dan tetap dikenang hingga kini, "Dengan kekuatan pikiran, tekad, insting, juga pengalaman, kamu bakal bisa terbang begitu tinggi."
Laman berikutnya: apa pendapat driver F1 dari Class of 2020 tentang senior mereka, Ayrton Senna da Silva?