Suara.com - Bambang Tri Soepandji, Technical Director PT Mobil Anak Bangsa (MAB)menyatakan bahwa pernyataan impor bus listrik lebih baik dibandingkan melakukan perakitan lokal dinilai keliru.
"Impor hanya kena bea masuk lima persen itu diambil data dari mana, karena tidak seperti itu. Saya sebagai orang MAB mengikuti ketentuan Undang-undang. Kalau kami impor CBU untuk bus 12 meter, bea masuknya 40 persen," kata Bambang Tri Soepandji, di Jakarta, Jumat (14/2/2020).
Namun, bila yang diimpor adalah maxi bus, tambahnya, memang pajaknya murah karena belum bisa dibuat di Indonesia. Pemerintah memberikan insentif bagi orang indonesia yang belum mampu membuat bus sehingga diberi kemudahan.
Baca Juga: Ke Indonesia, Presiden Terpilih Guinea-Bissau Jajal Bus Listrik MAB
"Tapi kalau di dalam negeri sudah bisa membuat, ya harus dilindungi. Jadi bila ada statement 5 persen, itu statement pribadi atau statement yang salah tulis," tegas Bambang Tri Soepandji.
Oleh karena itu, lanjutnya, pernyataan lebih murah impor ketimbang produksi lokal, buat pihaknya adalah sebuah hal yang perlu diklarifikasi. Karena PT MAB mengikuti ketentuan, kecuali mendapatkan priviledge dari pemerintah. Misalnya boleh impor dengan insentif spesial karena bagi kebutuhan promosi. Bahkan mungkin tidak perlu membayarnya karena tidak untuk dijual.
"Nah, konteksnya apa? Konteks kalau 12 meter sampai detik ini belum ada ketentuan hanya lima persen. Tapi kalau untuk maxi bus yang 13,5 meter itu memang murah," tukas Bambang Tri Soepandji.
Sebelumnya, salah satu perusahaan pengada bus listrik di Indonesia berpendapat bila melakukan impor utuh lebih baik dibandingkan melakukan perakitan lokal. Pasalnya, untuk mendatangkan bus utuh perusahaannya hanya dikenakan tarif bea masuk lima persen. Sedangkan saat mendatangkan bus dengan skema CBU sebagian, tarif bea masuk yang dikenakan sebesar 40 persen.
Baca Juga: Best 5 Otomotif Pagi: Recall Tesla Model X, Alfa Romeo 4C Mesin Yamaha