Pasar Otomotif Disebut Lesu, Ini Lima Faktor Penyebabnya

Kamis, 21 November 2019 | 09:00 WIB
Pasar Otomotif Disebut Lesu, Ini Lima Faktor Penyebabnya
Suasana pameran GIIAS 2019 di ICE BSD. Sebagai ilustrasi pasar otomotif nasional [Suara.com/Arief Hermawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - 2019 adalah tahun politik di Indonesia, yang membuat pasar otomotif Tanah Air menjadi stagnan. Apa sebab, dengan adanya pesta demokrasi berupa pemilihan umum (pemilu) presiden dan wakil presiden, konsumen pun menunggu hasil akhir pemilu.

Akan tetapi, rupanya ada beberapa faktor yang ikut membuat surut daya serap pasar kendaraan roda empat atau mobil di Indonesia. Dikutip dari kantor berita Antara, disebutkan oleh Lina Agustina, Head of Corporate Strategy and New Business PT Toyota Astra Motor (TAM) bahwa pasar otomotif yang dilihat dari penjualan mobil hingga kuartal ketiga 2019 turun sekitar 11-12 persen disebabkan oleh berbagai hal.

Toyota C-HR Hybrid dipamerkan dalam arena IIMS 2019 di Jakarta, Kamis (25/4/2019). [Suara.com/Manuel Jeghesta Nainggolan]
Toyota C-HR Hybrid dipamerkan dalam arena IIMS 2019 di Jakarta, Kamis (25/4/2019). Sebagai ilustrasi produk hibrida atau hybrid [Suara.com/Manuel Jeghesta Nainggolan]

"Bukan hanya faktor ekonomi. Kondisi politik yang mulai memanas di awal tahun sampai Oktober kemarin membuat konsumen "wait and see", baru membeli barang yang sifatnya jangka panjang," papar Lina Agustina.

Ia mencatat, bahwa penjualan mobil dari PT TAM sendiri mengalami penurunan sekitar sekitar persen pada kuartal ketiga 2019.

Baca Juga: Denda atau Sanksi Siap Menunggu Motor dan Mobil Pemakai Jalur Sepeda

Faktor lainnya yang membuat lesunya pasar otomotif adalah permintaan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR). Demonstrasi buruh pun membuat produksi mobil terhambat hingga membuat pasokan terbatas.

Dari sisi produk sendiri, variasi mobil pada 2019 tidak terlalu banyak, dibandingkan pada 2018. Lina Agustina menjelaskan bahwa varian produk mobil baru banyak yang diluncurkan pada akhir 2017, sehingga mampu mendongkrak penjualan pada 2018.

Secara komposisi, kendaraan komersial, seperti truk berkapasitas lima ton turun signifikan hingga 25 persen, dibandingkan passenger cars.

"Komersial paling besar dampaknya dari pertumbuhan ekonomi. Suka tidak suka ada dampak, komoditas yang turun. Penggunaan produk komersial mungin karena ada penurunan produksi dan penurunan logistik," kata Lina Agustina.

Ditambahkannya pula, bahwa prospek industri otomotif sendiri masih akan mengalami pelemahan dengan adanya rencana pemerintah daerah untuk menaikkan pajak kendaraan sebesar 2,5 persen. Kondisi ini membuat konsumen tidak berani menghabiskan uangnya untuk membeli mobil.

Baca Juga: Tengah Bertandang ke Kota Tangerang? Silakan Coba Layanan Bus Jawara

Namun demikian, Lina Agustina masih melihat adanya sisi positif dari perluasan kebijakan ganjil genap di sejumlah ruas jalan. Kebijakan ini membuat konsumen membeli mobil agar mempermudah mobilitas mereka.

Selain itu, rencana pemerintah untuk memberikan insentif terhadap Kendaraan Bermotor Listrik atau KBL, dan termasuk di dalamnya adalah bermesin hybrid atau hibrida. Aplikasi "ride sharing" seperti Go-Car dan Grab Car juga membuat industri otomotif masih tetap tumbuh.

"Grab dan Go-Jek masih ambil mobil, berlanjut terus. Bukan cuma "ride sharing", tapi "car sharing" juga sudah mulai muncul di Indonesia, terutama di kota-kota besar," pungkasnya.

Dengan demikian, paling tidak ada lima faktor ikut andil dalam kondisi pasar otomotif Indonesia pada 2019.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI