Suara.com - Bebin Djuana, pengamat otomotif menilai bahwa penerapan mobil listrik di Indonesia tidak bisa dilakukan begitu saja walaupun Peraturan Presiden atau Perpres mobil listrik sudah diteken oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Menurut Bebin Djuana, ketika kebutuhan akan sarana transportasi sudah mulai mengarah ke mobil listrik, tetap harus ada bridging dengan menggunakan kendaraan hybrid. Sebab ada kebiasaan yang perlu diubah terlebih dahulu sebelum tercipta pengguna mobil listrik murni.
"Karena proses ini butuh waktu. Mobil listrik tidak bisa secepat seperti cara kita ganti smartphone. Semisal hari ini pakai Apple besok sudah pakai Huawei," ujar Bebin Djuana, di Jakarta, baru-baru ini.
Lebih lanjut, Bebin Djuana menambahkan, di sisi pemerintah sendiri perlu persiapan. Apalagi, seperti diketahui harga kendaraan listrik saat ini masih mahal. Utamanya soal baterai yang berharga sangat tinggi dan belum ditemukan formulasi yang tepat, memiliki harga murah dan sesuai dengan jarak tempuh yang diharapkan.
Baca Juga: Empat Jam Bermobil Demi Jumpai Gajah Kesayangan Nicholas Saputra
"Kita bisa lihat dari negara maju, pemerintahnya perlu memberikan trigger agar mobil listrik bisa terjangkau," tukas Bebin Djuana.
"Jadi program langit biru bukan sekadar basa basi. Langkah paling cepat yang bisa diambil adalah melistrikkan semua kendaraan umum," lanjutnya.
Terakhir, ia menambahkan bahwa kendaraan yang mampu menempuh jarak 400 km dalam dua jam itu hanyalah kendaraan umum. Hal itu bisa menjadi dasar untuk melistrikkan semua sarana transportasi massal, tanpa perlu basa-basi dengan dalih menekan polusi.