Perpres Mobil Listrik Diteken, Bukan Berarti yang Didorong Produk Impor

Jum'at, 16 Agustus 2019 | 19:00 WIB
Perpres Mobil Listrik Diteken, Bukan Berarti yang Didorong Produk Impor
Stasiun Pengisian Listrik BPPT [Suara.com/Manuel Jeghesta Nainggolan].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Agus Tjahajana Wirakusumah, seorang pengamat otomotif berharap adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 bukan berarti membuat industri otomotif yang sudah tumbuh akan dikesampingkan. Dalam artian, demi mengejar produk-produk bertenaga listrik, maka manufaktur dengan kendaraan mesin konvensional dikorbankan, bahkan menjadi mati.

Menurutnya, rencana pemerintah untuk mendorong percepatan produksi kendaraan listrik bisa memiliki esensi yang salah jika tidak diperhitungkan.

Nissan Leaf. [Pixabay]
Nissan LEAF. Sebagai ilustrasi produk bertenaga listrik [Pixabay]

"Kalau ke depannya akan didorong ke arah era kendaraan listrik, maka esensinya tidak boleh mengimpor mobil tipe ini dari negara-negara lain. Bila terjadi kondisi seperti ini, artinya esensi bergeser menjadi mengedepankan produksi impor. Kondisi yang terbaik adalah terus memelihara industri otomotif yang sudah ada, dan produksi luar negeri harus diperhitungkan. Bagaimana yang terbaik harus diperhitungkan," kata Agus Tjahajana Wirakusumah di Jakarta, baru-baru ini.

Lebih lanjut, mantan Dirjen Logam Mesin Eletronika dan Aneka Kementerian Perindustrian (1998-2002) ini menyampaikan, dahulu pasar otomotif masih sekitar 400 ribu unit, kemudian kapasitas produksinya naik menjadi sekitar 56 ribu unit. Dan sekarang kapasitas produksi sudah hampir mencapai 1,2 juta unit.

Baca Juga: Bermobil Keliling Bhutan, Tersipu Malu Ketemu Mr P Raksasa!

Nah, kapasitas produksi ini selayaknya diperhatikan, bukan karena kehadiran Perpres Nomor 55 Tahun 2019 maka sektor yang sudah berjalan itu malahan dihentikan.

"Perpres harus bisa mencerminkan jangka panjang," pungkasnya.

Sebagai catatan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi meneken aturan kendaraan bermotor listrik (KBL) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019.

Aturan ini akan menjadi dasar bagi para pelaku industri otomotif dalam mengembangkan kendaraan ramah lingkungan. Salah satu pasal yang tertuang adalah harus mengandung Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Untuk kendaraan listrik beroda dua dan/atau tiga tingkat penggunaan komponen dalam negeri tahun 2O19 sampai dengan 2023, minimum harus memenuhi TKDN 40 persen. Sedangkan untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat atau lebih tingkat penggunaan komponen dalam negeri pada 2O19 sampai dengan 2O21, dikenai TKDN minimum sebesar 35 persen.

Baca Juga: Otomotif Serap Teknologi Robotik, Gantikan Sumber Daya Manusia?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI