Bermobil Keliling Bhutan, Tersipu Malu Ketemu Mr P Raksasa!

Jum'at, 16 Agustus 2019 | 13:00 WIB
Bermobil Keliling Bhutan, Tersipu Malu Ketemu Mr P Raksasa!
Patung Buddha Dortenma terbesar yang terbuat dari perunggu, di kota Thimphu [Cherie (IG: never_stop_exploriiing, youtu.be/KS9tb5q3x2o)].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Meski bepergian seorang diri ke Bhutan, saya merasa aman. Sekaligus damai dan bahagia, mirip tagline negeri ini: The land of happiness.

Seperti telah saya sebutkan dalam catatan perjalanan sebelumnya, sebagai wisatawan saya mesti membayar visa yang sudah termasuk akomodasi dan transportasi sebesar 200 - 300 dolar Amerika Serikat per hari. Juga harus "dikawal" oleh driver dan pemandu lokal, Rinchen serta Kindey Duba karena sebagai wisatawan tak dibolehkan bepergian sendiri. Alhasil, saya pun merasa tidaklah benar-benar sendirian di negara yang dalam bahasa lokalnya disebut Drukyul itu.

Kami bertiga bepergian menjelajahi Bhutan dengan sedan buatan Korea Selatan. Sebagai catatan, produk asal India (Maruti Suzuki), Jepang (Toyota), serta Korea Selatan (Hyundai) mendominasi ruas jalan-jalan di seluruh penjuru negara Bhutan. Khusus produk Hyundai, jenisnya bervariasi, mulai city car, sedan, sampai Sport Utility Vehicle (SUV). Dengan model kebanyakan adalah Santa Fe, i20, EON, dan Getz. Rata-rata mengangkut wisatawan sebanyak satu, dua, sampai tiga orang.

Baca Juga: Otomotif Serap Teknologi Robotik, Gantikan Sumber Daya Manusia?

Soal kerapian, driver dan pemandu lokal yang saya sewa bisa diandalkan. Sebelum saya menghabiskan sarapan, mereka sudah siap dengan mobil kinclong dilap rapi. Juga tangki bensin dipenuhi. Sehingga tak pernah ada kejadian kami berhenti di suatu lokasi untuk proses pengisian ulang bensin.

Sebagai sosok yang berlawanan jenis dengan saya, Rinchen (driver) dan Kindey Duba (pemandu) sangatlah santun dan penuh etika. Cuma, ada kejadian unik yang membuat saya tersenyum geli bila mengingatnya, bahkan sampai tersipu malu.

Yaitu ketika di tengah perjalanan saya menemukan lukisan phallus alias Mr P dalam dimensi raksasa! Tidak hanya satu, melainkan di seluruh penjuru negeri. Bahkan di tempat-tempat wisata, Mr P juga diwujudkan dalam bentuk patung. Bisa begitu saja "apa adanya" sampai dibungkus miniatur busana tradisional Bhutan!

Mengagetkan? Tentu saja.

Lukisan phallus atau lingga raksasa yang bisa dijumpai di berbagai tempat peribadatan penganut Buddha di Bhutan [Cherie (IG: never_stop_exploriiing, youtu.be/KS9tb5q3x2o)]
Lukisan phallus atau lingga raksasa yang bisa dijumpai di berbagai tempat peribadatan penganut Buddha di Bhutan [Cherie (IG: never_stop_exploriiing, youtu.be/KS9tb5q3x2o)]

Akan tetapi, Kindey Duba dengan sabar menjelaskan, bahwa alat kelamin lelaki yang menghias banyak tempat ini bukanlah suatu hal yang dianggap porno oleh masyarakat Bhutan. Malahan memiliki nilai filosofi mendalam.

Baca Juga: 5 Berita Seru Otomotif: Aplikasi Uji Emisi sampai Motor Listrik KTM

Laman berikutnya, adalah kisah mengapa Mr P alias lingga begitu mudah dijumpai dalam keseharian warga setempat.

Budaya pemujaan lingga atau phallus di Bhutan dikaitkan dengan seorang guru Buddha bernama Drukpa Kuenley. Berjuluk "Devine Madman" yang datang dari Tibet pada abad ke-15. Dikenal karena cara-caranya yang tidak sopan, sama sekali tidak peduli akan hukum sosial dan keramahan, ajarannya penuh dengan nuansa seksual.

Mungkin dialah satu-satunya guru bagi penganut Buddha yang hampir secara eksklusif disimbolkan dengan lingga. Ia menggunakan phallus untuk menaklukkan roh jahat dan mengubah mereka menjadi dewa pelindung. Sehingga, muncul pemahaman bahwa Mr P adalah bersifat melindungi, membantu kesuburan, dan menantang ego manusia.

Oleh-oleh khas Bhutan salah satunya adalah Mr P yang menjadi lambang kepercayaan mengusir roh jahat, kesuburan, dan kelanggengan keluarga [Cherie (IG: never_stop_exploriiing, youtu.be/KS9tb5q3x2o)].
Oleh-oleh khas Bhutan salah satunya adalah Mr P yang menjadi lambang kepercayaan mengusir roh jahat, kesuburan, dan kelanggengan keluarga [Cherie (IG: never_stop_exploriiing, youtu.be/KS9tb5q3x2o)].

Dari pemahaman itu, Mr P atau lingga secara tradisional menyatu dalam kehidupan masyarakat Bhutan. Ada banyak cara menggunakan simbol lingga, seperti dilukis, dipahat, dan dijadikan patung, berdasarkan situasi dan nilai simbolis yang ingin dicapai.

Misalnya, lukisan lingga di pintu masuk rumah bertujuan untuk mnengenyahkan semua energi negatif yang masuk ke dalam rumah, serta membersihkan tamu yang datang dari manapun dan membawa energi jahat. Sekaligus emberkati keluarga dengan kesuburan dan kesehatan sehingga generasi mereka bisa langgeng.

Patung Mr P dalam bentuk diberdirikan dimaksudkan untuk mengusir mata yang jahat serta gosip. Bisa dipasang di depan rumah baru, atau properti yang menjadi penyebab kecemburuan sosial. Proses pendirian lingga dilakukan setelah ritual malam hari, tanpa sepengetahuan tetangga. Dipercayai bahwa ornamen ini mampu memblokir dan melindungi energi negatif yang bisa membahayakan keluarga si pemilik rumah atau properti.

Potret anak-anak Bhutan yang selalu memberikan senyum ceria [Cherie (IG: never_stop_exploriiing, youtu.be/KS9tb5q3x2o)].
Potret anak-anak Bhutan yang selalu memberikan senyum ceria [Cherie (IG: never_stop_exploriiing, youtu.be/KS9tb5q3x2o)].

Sementara di beberapa desa, perayaan pembuatan konstruksi rumah dilakukan dengan menggantung lingga di atapnya. Mereka akan mengadakan upacara dengan mengarak Mr P keliling desa sebelum ditempatkan di atas rumah yang baru, sehingga tetangga tahu ada sebuah bangunan baru berdiri.

Dengan melakukan ritual itu, diyakini bahwa lingga akan menjaga dan melindungi seluruh anggota keluarga. Masyarakat pedesaan juga mengatakan bahwa upacara semacam ini juga diperlukan untuk menyenangkan dewa setempat dan untuk mencari perlindungan bagi keluarga yang tinggal di rumah.

Lantas bagaimana dengan perlindungan bagi warga yang bepergian dengan mobil? Ikuti pemaparannya di laman berikut ini.

Ternyata, cara mendapatkan perlindungan selagi warga dan tamu bepergian bermobil terasa cukup sederhana. Yaitu menggantung pahatan Mr P berdimensi kecil dalam kabin kendaraan. Penduduk setempat percaya, bahwa lingga memiliki kekuatan menangkal penyebab kecelakaan. Juga situasi yang tidak menguntungkan, sebagai penyebab perjalanan menjadi sebuah pengalaman buruk.

Pemandu lokal dan driver yang selalu siap buat wisatawan di Bhutan  [Cherie (IG: _never__stop__exploriiing_]
Pemandu lokal dan driver yang selalu siap buat wisatawan di Bhutan [Cherie (IG: never_stop_exploriiing]

Beberapa kawasan wisata yang kami bertiga jelajahi di hari saya memahami makna patung dan miniatur Mr P antara lain adalah museum warisan rakyat di Thimphu, yang antara lain menyajikan informasi gaya hidup orang Bhutan kuno dan alat-alat bertahan hidup nenek moyang mereka.

Penulis (tengah), bersama Rinchen (kiri) dan Kindey Duba (kanan) [Cherie (IG: _never__stop__exploriiing_]
Penulis (tengah), bersama Rinchen (kiri) dan Kindey Duba (kanan) [Cherie (IG: never_stop_exploriiing]

Juga mengunjungi patung Buddha Dortenma terbesar yang terbuat dari perunggu, cagar alam Takin yang melindungi satwa nasional, serta stupa memorial nasional buatan 1974 untuk mengenang salah satu raja Bhutan. Di sini kami berjalan searah jarum jam sambil membaca doa, serta memutar roda doa agar dijauhkan dari hal-hal negatif.

Selanjutnya, nantikan di artikel mendatang, tentang pesona keindahan alam dan budaya Bhutan yang sederhana lagi menawan.

Catatan: artikel kedua dari empat bagian yang ditulis oleh Cherie (IG: never_stop_exploriiing, youtu.be/KS9tb5q3x2o) untuk kanal otomotif Suara.com

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI