Suara.com - Menyebut nama Paulus Arswendo Atmowiloto, atau lebih akrab disapa Mas Wendo, bakal terlintas salah satu karya legendaris yang ia tulis dan telah difilmkan: Keluarga Cemara.
Atau bagi generasi 1990-an, sebuah bacaan wajib remaja di masa itu, Majalah HAI. Dengan salah satu rubrik khusus bernama OTOMOTIF, yang kemudian terbit tersendiri dalam bentuk tabloid dengan nama sama dan tetap eksis hingga kini. Dalam bentuk cetak serta online.
Sastrawan dan wartawan senior kelahiran Solo, 26 November 1948 ini berpulang petang tadi, Jumat (19/7/2019) pukul 17.30 WIB karena kanker prostat, tengah disemayamkan di kediaman kawasan Petukangan, Jakarta Selatan. Dan rencana pemakaman di San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat, pada Sabtu (20/7/2/2019) setelah Misa Requiem di Gereja Santo Matius Penginjil.
Sosok yang di masa muda hingga menjelang tengah abad tak lepas dari rambut panjang terurai ini pernah berkisah kepada Suara.com, menjelang milenium kedua. Yaitu soal pengalamannya dengan kendaraan bermotor.
Saat itu, Mas Wendo telah menjadi pemimpin sebuah tabloid entertainment di bilangan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Atau masa sesudah tidak lagi bergabung dengan PT Penerbit Gramedia, di mana pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi Majalah HAI dan Tabloid Monitor.
Bahwa soal naik motor, beliau menyatakan bisa. Meski lebih senang dibonceng. Namun urusan naik mobil, ia lebih senang menumpang atau nebeng. Tanpa harus bersusah-payah menyetir sendiri. Hingga tiba saat di mana keluarganya ingin memiliki mobil agar bisa bepergian bersama.
"BMW lah ya, Pak. Yang warna biru," demikian ujar Mas Wendo menirukan permintaan sang putra.
Akhirnya, dibelilah sebuah BMW seri 3, BMW 318i, berwarna biru gelap, yang langsung membuat seisi rumah jatuh hati.
"Nah, persoalan datang saat saya mesti menyetir sendiri. 'Kan tidak bisa setiap kali minta tolong saudara atau kenalan untuk disetirin," kisahnya.