Suara.com - Kendaraan umum bertenaga listrik juga akan membantu pemerintah perbaiki defisit perdagangan minyak dan gas.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyebut angkutan umum berenergi listrik merupakan solusi menangani dampak polusi sekaligus mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM).
"Sekarang ini kan cuaca di Jakarta jelek ya, polusi. Jadi, pemerintah mau angkutan umum seperti bus, taksi, dan sepeda motor pakai listrik," katanya di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Ia berharap angkutan umum listrik bisa segera diimplementasikan seiring dengan komitmen pemerintah mendorong pengembangan kendaraan listrik.
Baca Juga: Gandeng MAB, BPTJ Targetkan 1000 Bus Listrik Layani Jabodetabek pada 2020
Pemerintah sebagai regulator akan menerapkan kebijakan berupa pemberian insentif untuk kendaraan listrik. Namun, Luhut tidak secara rinci menjelaskan lebih lanjut insentif tersebut.
"Segera itu (diimplementasikan). Kalau tidak, kamu yang muda-muda akan kena polusi. Hati-hati lho dengan polusi, kalau saya kan sudah tua, kalian masih muda," tuturnya berkelakar.
Ia menilai penggunaan kendaraan listrik juga merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan migas.
Defisit migas, menurut Luhut, harus ditangani, terlebih karena produksi minyak bumi di Tanah Air terus menurun dan tidak mampu memenuhi kebutuhan.
"Kita akan butuh sekitar 1,7 juta barel minyak per hari. Sekarang ini (produksi) migas kita cenderung turun, 800.000 barel per hari atau di bawah itu. Sisanya, harus impor," kata Luhut seperti dilansir Antara.
Baca Juga: Untuk Operasional Bus Listrik: Pengemudi Nantinya Harus Bersertifikasi
Oleh karena itu, pemanfaatan listrik menjadi bagian dari penggunaan energi baru terbarukan khususnya di bidang transportasi akan sangat membantu meringankan beban neraca perdagangan.
Upaya lain seperti pemanfaatan minyak sawit menjadi campuran BBM melalui program B30 juga tengah dilakukan. Semua itu diharapkan bisa memperbaiki neraca transaksi berjalan sekaligus meringankan dampak negatif terhadap lingkungan.
"Sekarang banyak energi baru terbarukan kita olah dan itu kewajiban kita karena tahun 2025 kita harus 30 persen bauran energi pakai energi baru terbarukan," katanya.