Suara.com - Tentang pengadaan kendaraan terelektrifikasi atau bertenaga listrik, Indonesia menunjukkan antusiasmenya. Beberapa contoh yang bisa dikemukakan di sini, antara lain karya dari pihak institusi akademis. Mereka menciptakan purwarupa atau prototipe mobil listrik sampai produk siap jual.
Di antaranya purwarupa Blits untuk sektor kendaraan roda empat. Kemudian ada motor Gesits, yang siap dilempar ke pasar kendaraan roda dua.
Lantas dari pabrikan, terdapat bus karya PT Mobil Anak Bangsa (MAB) dan Bakrie Brothers bersama BYD, yang diuji coba untuk menjadi bagian armada TransJakarta. Kemudian, produk lansiran Tesla dan BYD sebagai bagian dari armada taksi Blue Bird.
Baca Juga: Jadi Family Man, Hobi Modifikasi Christian Sugiono Tidak Hilang
Contoh-contoh yang daftarnya bisa diperpanjang ini memperlihatkan keseriusan pemerintah kita dalam menyambut pengadaan kendaraan bertenaga listrik.
"Pemerintah serius untuk mengembangkan mobil listrik, dan dalam waktu dekat akan diterbitkan Peraturan Presiden tentang kendaraan berbasis baterai," papar Eniya Listiani Dewi, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara, usai mengisi kuliah umum di Fakultas Teknik Universitas Tidar (Untidar) Magelang dengan tema "Potensi ilmu material dalam meningkatkan kualitas industri manufaktur", Kamis (27/6/2019).
Ia menambahkan bahwa hal yang menjadi konsentrasi utama bila mobil listrik masuk adalah kesiapan infrastruktur dan industri lokal. Dan Peraturan Presiden atau Perpres bagi kendaraan berbasis baterai akan keluar sebentar lagi.
Lebih lanjut Eniya Listiani Dewi menambahkan bahwa Perpres ini sempat menjadi perdebatan, menyangkut perusahaan yang akan membuat mobil listrik bermerek nasional atau charging station bermerek nasional itu memiliki persentase investasi sebesar 51 persen lokal, dan 49 persen boleh dari luar.
Baca Juga: Ke Indonesia, Presiden Mauricio Macri Kedapatan Masih Nyetir Sendiri!
"Nah, ini ditentang oleh beberapa pihak: mengapa investasi harus lebih besar lokal, kami ingin bermerek nasional bukan bermerek luar," tandasnya.
Eniya Listiani Dewi juga menyampaikan bahwa tingkat kandungan bahan baku dalam negeri sampai 2023 ditetapkan 40 persen. Bodi dan motor penggerak bisa buatan dalam negeri.
"Hal itu disyaratkan hingga 2023, kita mengejar sampai 40 persen. Artinya 60 persen masih impor, baterai gelondongan masih boleh masuk," paparnya.
Namun, ada kondisi mengkhawatirkan, yaitu angka 40 persen masih dianggap terlalu tinggi, sehingga pihaknya mendorong manufaktur segera beralih ke pembuatan mesin magnet.
"Kalau pengadaan baterai, kami perlu banyak waktu lagi, namun soal mesin magnet untuk motor listrik itu hanya foil-foil saja yang digunakan tinggal skalanya berapa, ini bisa mendongkrak nilai 40 persen tingkat kandungan bahan baku dalam negeri," tandas
Eniya Listiani Dewi.
Lebih lanjut disebutkannya bahwa mungkin masih ada dua kali rapat lagi untuk menentukan Perpres soal kendaraan listrik ini.
Bila Perpres sudah ada, maka pihak yang akan berinvestasi akan mendapatkan pengurangan pajak. Bila investor lokal dan nilainya mencapai sampai 51 persen terpenuhi, maka akan mendapatkan pengurangan pajak secara ganda atau double.
"Jadi investor akan disubsidi lalu mendapatkan pengurangan pajak juga, hal ini menjadi sebuah kemudahan jika ada yang ingin melakukan investasi. Dengan kandungan materi sebesar 51 persen lokal, 49 persen dari luar, bisa membuat merek nasional," tukasnya.
Juga disebutkan bahwa, sekali membuat merek nasional, pabrikan akan mendapatkan subsidi, mendapatkan pengurangan pajak , lalu mendapatkan kepastian pembelian dari pemerintah.
"Jadi ada jaminan pasar. Hal itu akan menguntungkan dengan adanya Perpres nanti," tutup Eniya Listiani Dewi.