Suara.com - Produsen otomotif asal Amerika Serikat (AS), China, Kanada, Jerman, dan Inggris telah mengumumkan sedikitnya ada 38 ribu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam enam bulan terakhir. Meski begitu, Chief Executive Officer (CEO) Daimler AG, Dieter Zetsche, jumlah ini sejatinya masih tahap awal.
"Ini mungkin hanya permulaan," ujar Dieter Zetsche, seperti dikutip dari Bloomberg.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa akan ada pengurangan biaya dalam beberapa saat mendatang. Langkah ini terpaksa diambil sebagai strategi menghadapi pergolakan industri otomotif yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Industri pada saat ini tengah menghadapi sebuah penurunan signifikan. Apa yang terjadi di China, menurunnya tingkat permintaan, adalah kejutan yang tidak diduga," kata John Murphy, seorang analis Bank of America Merrill Lynch di sebuah forum di Detroit, Amerika Serikat.
Baca Juga: Kebijakan Tarif Baru Amerika Serikat Berdampak pada Industri Otomotif
Beberapa perusahaan bahkan telah melakukan cara lain untuk mengurangi jumlah pengeluaran perusahaan. Di antaranya melakukan sistem shifting sampai menutup pabrik di beberapa negara.
Penjualan yang lesu di dua pasar mobil terbesar dunia, China dan Amerika Serikat, serta inovasi mobil listrik menjadi persoalan utama industri otomotif global.
Menurut LMC Automotive, penjualan global untuk mobil kecil atau jenis light vehicle mengalami penurunan sebesar 0,5 persen pada 2018 menjadi 94,8 juta, yang turut menandai turunnya pendapatan tahunan pertama dalam penjualan global sejak 2009. Morgan Stanley memproyeksikan pada Januari 2019 terjadi penurunan sebesar 0,3 persen. Akan tetapi, perlambatan yang lebih cepat dari perkiraan terjadi di pasar China.
"Semuanya ada dalam pengawasan," papar CEO Daimler, Dieter Zetsche, saat menutup pertemuan tahunan di Berlin, Jerman.
Baca Juga: Target 500 Sekolah Vokasi, Dikembangkan Sertifikasi Bidang Otomotif