Suara.com - Kondisi udara dipenuhi polutan atau material polusi terjadi di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia. Contohnya seperti di ibu kota Jakarta. Disebutkan bahwa polusi udara di Jakarta sudah mencapai level berbahaya, mengandung senyawa Particulate Matte (PM) 2,5 yang dihasilkan dari bahan-bahan polutan berupa sisa pembakaran mobil, truk, bus, serta kendaraan bermotor lain, termasuk hasil pembakaran kayu, minyak, batu bara, sampai kebakaran hutan, padang rumput, serta cerobong asap usaha-usaha industri atau pabrik.
Menurut EPA (Environmental Protection Agency), setiap galon minyak diesel yang terbakar mengeluarkan 10.180 gram (lebih dari 10 kilo) karbon dioksida atau CO2. Jadi menggunakan satu bus sama dengan penghematan lebih dari 42 juta ton CO2.
Solusi yang disodorkan untuk mengeliminasi zat-zat pencemar udara ini adalah ragam tunggangan bertenaga listrik atau non-emisi alias zero emission. Artinya, tidak ada lagi cerita penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), dan sebagai gantinya dipilih sumber daya listrik sebagai energy terbarukan atau renewable.
Baca Juga: Lewis Hamilton Menangkan F1 GP Kanada 2019, Namun ...
Berdasarkan studi Bloomberg New Energy Finance (BNEF), disebutkan bahwa bus listrik mampu menghemat 270.000 barel minyak untuk mesin diesel setiap hari, kurun 2019, di China. Sehingga tak heran, bahwa Negara Tirai Bambu mengandalkan bus bertenaga listrik ini sebagai sarana transportasi massal. Dan bila dibuat perbandingan, hampir 400 ribu unit bus listrik yang beroperasi di dunia, 99 persen di antaranya berada di China.
Sementara untuk pasar mobil listrik, China juga memimpin lewat penjualan 1,2 juta unit mobil listrik bertenaga baterai serta hibrida. Coba tengok perbandingannya dengan Amerika Serikat yang "hanya" mampu menjual sekitar 361 ribu unit mobil listrik per tahun.
Dikutip dari media SingularityHub, tujuan pemerintah China dalam mengoperasikan bus listrik, tak lain adalah langkah menurunkan polusi udara, termasuk bertanggung jawab atas kematian prematur sebesar 1,6 juta jiwa per tahun akibat kualitas udara buruk. Mobil listrik juga sebuah jawaban, akan tetapi, nilai efisiensi berada di tangan bus listrik. Mulai reduksi penggunaan BBM dalam jumlah besar, sampai daya tampung lebih besar bagi para penumpang atau pengguna.
Salah satu kota di sana yang menyandang reputasi sebagai garda depan produsen sekaligus pengguna mobil listrik adalah Shenzhen, megacity berpenduduk 12 juta jiwa. Kota ini dilengkapi armada sebesar 16 ribu unit bus listrik, dengan salah satu produsen kondang Build Your Dream (BYD). Bus beroperasi pada siang hari, dan mengisi daya pada malam hari.
Bila ada yang mesti dikaji lebih jauh, adalah ketersediaan stasiun pengisian ulang atau recharging baterai sebagai sumber daya si bus listrik. Selain itu, proses daur ulang atau recycle bagi baterai listrik dengan masa pakai telah berakhir.
Baca Juga: Kebijakan Tarif Baru Amerika Serikat Berdampak pada Industri Otomotif
Dan terlepas dari manfaat kesehatan dan emisi yang lebih rendah, berbagai negara berusaha menghadirkan kendaraan listrik, mengingat masa depan energi tampaknya akan semakin berbasis energi terbarukan. Sekali lagi, China menjadi contoh yang baik, karena banyak berinvestasi dalam soal kendaraan bertenaga listrik.
Dari Tanah Air kita, TransJakarta (TJ) telah melakukan uji coba penggunaan bus bertenaga listrik. Yaitu bus listrik produksi PT Mobil Anak Bangsa (MAB) dan BYD Auto Co Ltd dari PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR).
Ditinjau dari spesifikasi, bus listrik MAB adalah buatan karoseri New Armada di Magelang, Jawa Tengah, dengan baterai memiliki daya tahan hingga 300 km, interval pengisian daya selama tiga jam saja. Sementara bus listrik BYD adalah buatan BYD Auto Co Ltd, dan digandeng BNBR, dengan baterai Lithium Fenno Phosphabe (LiFePo) yang memiliki daya 259 kwh, bertenaga maksimum 268 daya kuda, dan interval pengisian daya juga tiga jam.