Begini Penjelasan Mengapa Kenaikan Tarif Ojol Tak Dirasakan Driver

Selasa, 07 Mei 2019 | 08:00 WIB
Begini Penjelasan Mengapa Kenaikan Tarif Ojol Tak Dirasakan Driver
Sejumlah pengemudi ojek daring menunggu penumpang di depan Stasiun Sudirman, Jakarta. Sebagai ilustrasi [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Konferensi pers tentang survei RISED atas tarif ojek online [Suara.com/Tivan Rahmat].
Konferensi pers tentang survei RISED atas tarif ojek online [Suara.com/Tivan Rahmat].

"Tarif atau biaya jasa yang tertera pada Kepmenhub No. 348 tahun 2019 merupakan tarif bersih yang akan diterima pengemudi. Artinya, tarif yang harus dibayar konsumen akan lebih mahal lagi, mengingat harus ditambah biaya sewa aplikasi," jelas Rumayya Batubara.

Ekonom Unair ini mencontohkan bahwa dengan asumsi tambahan biaya sewa aplikasi sebesar 20 persen, tarif batas bawah yang harus dibayar oleh konsumen di Jabodetabek adalah sebesar Rp 2.500 per km, bukan seperti yang tertera di Kepmenhub yang menyatakan Rp 2.000 per km.

Kemudian, dari hasil survei RISED didapatkan kenaikan tarif berpengaruh terhadap pengeluaran konsumen setiap harinya. Menurut RISED, jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 7-10 km per hari di Zona I (Jawa non-Jabodetabek, Bali, dan Sumatera), 8-11 km per hari di Zona II (Jabodetabek), dan 6 - 9 km per hari di Zona III (wilayah sisanya).

Dengan skema tarif yang berpedoman pada Kepmenhub itu, dan jarak tempuh sejauh itu berarti pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 4.000 - Rp 11.000 per hari di Zona I, Rp 6.000 – Rp 15.000 per hari di Zona II, dan Rp 5.000 - Rp 12.000 per hari di Zona III.

"Bertambahnya pengeluaran sebesar itu sudah memperhitungkan kenaikan tarif minimum untuk jarak tempuh empat km ke bawah. Jangan lupa tarif minimum juga mengalami peningkatan. Misalnya di Jabodetabek dari sebelumnya Rp 8.000 menjadi Rp 10.000 - Rp 12.500," jelas Rumayya Batubara.

Baca Juga: Mari Intip Tiga Motor Presiden RI di Telkomsel IIMS 2019

Ia melanjutkan, bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh 47,6 persen kelompok konsumen yang hanya mau mengalokasikan pengeluaran tambahan untuk ojol maksimal Rp 4.000 - Rp 5.000 per hari.

Bahkan, sebenarnya ada pula 27,4 per kelompok konsumen yang tidak mau menambah pengeluaran sama sekali.

"Total persentase kedua kelompok tadi mencapai 75 persen secara nasional. Jika diklasifikasikan berdasarkan zona maka besarannya adalah 67 persen di Zona I, 82 persen di Zona II, dan 66 persen di Zona III,” tambah Rumayya Batubara.

Lebih detail disebutkannya bahwa rata-rata kesediaan konsumen di non-Jabodetabek untuk mengalokasikan pengeluaran tambahan adalah sebesar Rp 4.900 per hari. Jumlah itu lebih kecil enam persen dibandingkan rata-rata kesediaan konsumen di Jabodetabek yang mencapai Rp 5.200 per hari.

"Oleh karena itu, Pemerintah perlu berhati-hati dalam pembagian tarif berdasarkan zona. Daya beli konsumen di wilayah non-Jabodetabek yang lebih rendah tentu harus dimasukkan ke dalam perhitungan Pemerintah," tegas Rumayya Batubara.

Baca Juga: Tampil di Telkomsel IIMS 2019, Mercedes-Benz Sprinter Bikin Ngiler

Terbatasnya kesediaan membayar konsumen didorong oleh 75,2 persen konsumen yang berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI