Suara.com - Mahkamah Agung atau MA telah menolak permohonan kasasi Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM). Dengan demikian, Yamaha dan Honda tetap dinyatakan sebagai kartel skuter matic 110 cc - 125 cc.
Menanggapi hal ini, Bebin Djuana, salah seorang pengamat otomotif, justru menanyakan apakah langkah atau tindak selanjutnya jika Yamaha dan Honda terbukti kartel?
"Kalau terbukti kartel konsekuensinya apa? Dalam putusan MA, apa yang harus dipatuhi mereka?" demikian tukas Bebin Djuana saat dihubungi Suara.com.
Bebin Djuana yang dahulu berkarier di Suzuki menambahkan, bahwa ia sebenarnya merasa aneh bahwa dua perusahaan otomotif roda dua (R2) ini bisa rukun mengatur harga. Brand biasanya bersaing sambil mengejar market share.
Baca Juga: Kembali Mengulang Finis 1-2 di F1 GP Azerbaijan, Mercedes Ukir Sejarah
"Mereka bersaing di pasar global, unik saja jika di Indonesia bisa membuat kartel dan mengatur harga," terang Bebin Djuana.
Adapun upaya kasasi Honda dan Yamaha diajukan setelah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, pada Desember 2017, menguatkan keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan bahwa kedua produsen sepeda motor Jepang ini melakukan praktek kartel harga jual skuter matik (skutik) 110 - 125 cc di Indonesia.
KPPU sendiri menetapkan Honda dan Yamaha bersalah dalam kasus tadi pada Februari 2017 di Jakarta. Dalam perkara itu, Honda diwajibkan membayar denda sebesar Rp 22,5 miliar sementara Yamaha harus membayar denda senilai Rp 25 miliar.