Beruntung, individu-individu tadi mampu memoderasi emosi mereka yang intens, memproses perasaan mereka, dan menempatkan kemarahan secara perspektif dan kemudian melepaskannya.
"Atau dengan kata lain, mereka tidak membiarkan kemarahan membara dan menghabiskan masa depan mereka," ulas Nancy Wurtzel.
Toh di sisi lain, ada sosok-sosok yang tidak mampu melepaskan amarah dan disandera oleh kemarahan yang tidak terselesaikan. Jika tidak dilepaskan, perasaan beracun ini bisa tertanam dan akhirnya memengaruhi hubungan pribadi serta profesional, juga kesehatan mental maupun fisik.
"Kalau sudah begini, taruhannya adalah tubuh dan otak yang akan membayar luapan kemarahan," tutupnya.
Baca Juga: Jasad Pesepak Bola Emiliano Sala Ditemukan