Suara.com - Meski Britania Raya dikenal sebagai salah satu gudang produsen otomotif paling berkelas, produk-produk Jepang banyak pula ditemukan di sini. Nissan, Toyota, serta Honda adalah beberapa pemain utamanya. Tak heran, bila keputusan Britain Remain or Britain Leave yang dikenal sebagai Brexit memberikan kontribusi ketidakstabilan perekonomian luar negeri Jepang.
Dikutip dari kantor berita Antara pada Kamis (10/1/2019), Duta Besar Jepang untuk Britania Raya, Koji Tsuruoka memberikan pernyataan bahwa perusahaan-perusahaan Jepang akan meninggalkan Inggris jika terjadi hambatan perdagangan yang merugikan mereka.
"Jika tidak ada keuntungan untuk melanjutkan kegiatan operasional di Inggris maka tak ada perusahaan swasta, tidak hanya perusahaan Jepang, yang bisa melanjutkan kegiatan operasionalnya," papar Koji Tsuruoka.
Ditilik lebih lanjut, maraknya perusahaan-perusahaan otomotif Jepang melebarkan sayap di Britania Raya terjadi sejak zaman Perdana Menteri Margaret Thatcher. Ia menjanjikan para produsen ini, tempat yang ramah untuk perdagangan ke Eropa. Sehingga pihak Negeri Matahari Terbit mengucurkan dana GBP 46 miliar atau sekitar Rp 82,9 triliun.
Baca Juga: Kisah Vladimir Komarov, Kosmonot yang Jatuh dari Luar Angkasa
Dengan masa depan Brexit yang masih teka-teki, kemungkinan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe akan mengadakan pertemuan khusus dengan Perdana Menteri Britania Raya, Theresa May. Demikian dikutip dari Reuters.
Sebelum keberangkatannya ke Eropa, di depan para jurnalis, Shinzo Abe menyatakan bahwa dia bakal menyampaikan posisi Jepang dalam Brexit. Hal ini melanjutkan perbincangannya dengan Theresa May dalam Pertemuan G20 di Buenos Aires, Argentina pada 2018 yang menyarankan agar tidak mengambil langkah ekstrem Brexit.