Suara.com - Go-Jek memperluas layanannya ke beberapa negara, terutama di kawasan Asia Tenggara, salah satunya Vietnam. Di negara itu, Go-Jek menggunakan nama Go-Viet dan menjadi ekspansi internasional Go-Jek yang pertama kali diluncurkan.
Namun sayangnya, langkah yang diambil Go-Jek untuk berinvestasi ke negara lain ini dinilai tidak mengutamakan pasar domestik.
"Harusnya meningkatkan penguasaan pasar dalam negeri terlebih dahulu seperti yang dilakukan negara Cina. Pasar dalam negeri masih luas. Pemain didorong untuk menjadi penguasa dalam negeri. Baru kuasai pasar luar negeri. Belajar dari Cina yang punya keunggulan komparatif dan kompetitif dengan teknologi yang dimiliki," kata Satya Widya Yudha, Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI, di Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Lebih lanjut, Satya Widya Yudha mengkhawatirkan, ekspansi ke Vietnam nantinya hanya akan dinikmati oleh negara Vietnam terutama dari sisi value chain.
Baca Juga: iPhone XR Diprediksi Jadi Bintang Apple
"Jangan sampai Indonesia hanya jadi extended market dari para investor asing. Saya berharap startup unicorn Indonesia benar-benar bisa menjadikan negara ini sebagai pangsa pasarnya," ujar Satya Widya Yudha.
Berdasarkan laporan ABI Research’s Vehicle and Mobility Market Data Report, pada awal 2017 Grab hanya memiliki pangsa pasar 30 persen di pasar Indonesia. Sementara Go-Jek menguasai 58 persen pasar.
Pada akhir Juni 2018, Grab telah membuat perubahan yang mengesankan dengan peraihan pangsa pasar ride-hailing sebesar 62 persen.
Sebelumnya, Grab Indonesia mengklaim sudah menguasai 65 persen pangsa pasar ride hailing di Indonesia. Prestasi ini, diklaim berkat keberhasilan perusahaan mengembangkan berbagai layanan pendukung, seperti Grab Express dan Grab Food.
Untuk menyokong pertumbuhan Grab yang pesat, perusahaan yang berbasis di Singapura itu juga sudah mendirikan pusat riset di Jakarta yang menampung 150 teknisi lokal.
Baca Juga: Tempa Mental Tanding, Atlet Asian Para Games Dibimbing Psikolog
Pendirian pusat riset juga merupakan bagian dari program Grab 4 Indonesia yang bertujuan untuk membantu Indonesia dalam menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020.