Suara.com - Arab Saudi, mulai Minggu (24/6/2018), telah mengizinkan perempuan untuk mengemudikan mobil di jalanan umum, sebuah perubahan yang bahkan oleh keluarga kerajaan Islam itu disebut sebagai "tanda masuknya Saudi ke Abad 21".
Kebijakan bersejarah itu dirayakan dengan gempita oleh para perempuan Saudi. Hanya beberapa detik setelah waktu memasuki Minggu dini hari, sejumlah perempuan yang telah memiliki SIM mulai menyalakan mesin mobil dan melaju di jalan-jalan utama kota-kota besar di negara itu.
Perayaan itu sangat terasa di ibu kota Riyadh dan Jedah, kota terbesar kedua di Arab Saudi. Ketika para perempuan yang mengemudi ditemani ayah atau saudara lelaki mereka mulai mengaspal, para polisi menyambut mereka dengan bunga-bunga.
"Akhirnya. Berkendara bersama puteri saya Reem Alwaleed. Ia menyopiri saya dan cucu-cucu saya di Riyadh," tulis Pangeran Alwaleed in Talal di bawah sebuah video di Twitter, yang menggambarkan ia bersama puteri dan cucunya berkendara pada malam hari.
"Arab Saudi akhirnya memasuki Abad 21," kata Pangeran Alwaleed dalam video yang diunggah pada Minggu dini hari itu.
Bebas seperti burung
Salah satu perempuan yang menikmati momen bersejarah pada malam itu adalah Fadya Basma. Ia adalah satu dari sedikit perempuan Saudi yang bekerja pada sebuah perusahaan taksi online dan bisa mengantar penumpang lelaki sendirian tanpa ditemani mahramnya.
"Ini hari yang luar biasa dan ini akan mengubah segalanya. Saudi akan berubah sama sekali," kata Basma.
Perasaan yang sama dirayakan oleh Samar Almogren, seorang pembawa acara televisi dan penulis di Saudi.
"Saya selalu yakin hari ini akan datang. Tetapi rupanya ia datang dengan cepat. Tiba-tiba. Saya merasa bebas seperti burung," ujar Almogren.
Kebebasan untuk mengemudi bagi perempuan dinilai akan mengubah kehidupan kaum Hawa di negara itu. Para perempuan kini tak lagi perlu bergantung pada sopir pribadi atau harus menunggu saudara, ayah, dan suami mereka untuk bepergian.
"Hari-hari di mana kami harus menunggu berjam-jam untuk seorang sopir sudah berakhir. Kami tak lagi butuh lelaki," kata Hatoun bin Dakhil, seorang mahasiswi farmasi berusia 21 tahun.
"Ini momen bersejarah untuk setiap perempuan Saudi," pekik Sabika al-Dosari, seorang pembawa acara televisi di Saudi yang turut mengemudi mobil pada Minggu dini hari di kota Al-Khobar.
Kebebasan dan pertumbuhan ekonomi
Meski dirayakan dengan haru dan gegap-gempita, kebebasan mengemudi untuk perempuan Saudi itu - menurut Bloomberg - rupanya tak melulu soal kesetaraan atau modernisasi, tetapi bisa membawa keuntungan finansial besar untuk kerajaan tersebut.
Dengan dibolehkannya perempuan mengemudi, output perekonomian Saudi akan didongkrak sebesar 90 miliar dolar Amerika Serikat pada 2030.
"Mencabut larangan mengemudi untuk perempuan akan mendorong perempuan memasuki pasar lapangan kerja, memperbesar jumlah angkatan kerja dan mengangkat baik pendapatan maupun output perekonomian secara keseluruhan," kata Ziad Daoud analis Bloomberg untuk kawasan Timur Tengah.
Meski demikian Daoud mewanti-wanti bahwa pertumbuhan ekonomi itu akan butuh waktu karena perekonomian Saudi sendir, yang sebelumnya didominasi laki-laki, harus beradaptasi untuk menyerap tenaga kerja perempuan.
Kebijakan untuk mencabut larangan mengemudi bagi perempuan merupakan salah satu terobosan Putera Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman. Langkah ini dinilai sebagai salah satu kebijakan kunci untuk membawa Saudi perlahan-lahan lepas dari ketergantungan akan minyak bumi.
"Partisipasi perempuan dalam pasar lapangan kerja Saudi sangat rendah," jelas Daoud.
Ia menjelaskan bahwa saat ini hanya 20 persen perempuan di Arab Saudi yang aktif secara ekonomi. Angka ini sangat rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga di Teluk, yang rata-rata 42 persen perempuannya terlibat aktif dalam perekonomian.
"Pemerintah Arab Saudi mengakui hal ini," imbuh Daoud.
Menteri Energi Saudi, Khalid Al-Falih mengatakan bahwa pencabutan larangan mengemudi akan membuat perempuan Saudi lebih diberdayakan, lebih dinamis, dan akan mendorong mereka memasuki lapangan kerja.
"Efek kedua," jelas Al-Falih, "Kebijakan ini mungkin akan mendorong peningkatan permintaan atas minyak." (The Guardian/AFP/Bloomberg)