Suara.com - Paul Toar selaku Ketua Umum Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) secara tegas menolak wacana pemberlakuan SNI Wajib Pelumas yang tengah dikaji Kementerian Perindustrian.
"Jika ketentuan SNI tersebut diberlakukan, maka akan bertentangan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bahkan melanggar peraturan dan perundang-undangan lainnya," kata Paul, di Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Ia menjelaskan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas dan turunannya yakni Keppres Nomor 21 Tahun 2001, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan), wewenang pengaturan soal mutu turunan minyak bumi seperti bahan bakar minyak dan pelumas berada di Kementerian ESDM.
Sedangkan, sejak 20 tahun lalu, Kementerian ESDM telah memberlakukan regulasi Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) Wajib dengan kewajiban uji laboratorium terhadap parameter fisika kimia.
Baca Juga: Sam Aliano: Kaos #2019GantiPresiden Cara Berpolitik Tidak Sportif
"Ketentuan ini juga mengacu kepada standar internasional seperti API, JASO, ILSAC, atau SNI yang telah berlaku. Dan standar ini diberlakukan baik untuk minyak lumas cair maupun untuk minyak lumas semi padat," katanya.
Selain itu, Paul menilai, pemberlakuan SNI Wajib Pelumas juga akan menimbulkan kesulitan di pintu masuk kepabeanan. Sebab, pihak Bea Cukai akan mendapat pekerjaan tambahan untuk memilah mana pelumas yang hanya wajib NPT dan mana yang wajib NPT dan SNI, sehingga akan menambah dwelling time.
"Pada jalur distribusi akan timbul banyak kesulitan karena polisi akan kesulitan membedakan pelumas yang hanya wajib NPT dan yang wajib NPT dan SNI. Bahkan tingkat kesulitan lebih tinggi akan terjadi di daerah-daerah terpencil," tukas Paul.