Suara.com - Mobil listrik Jaguar, i-Pace, bisa saja meluncur di Indonesia pada 2019. Hanya saja, agar hal itu dapat terjadi, Jaguar Land Rover mengharap insentif pajak yang kelak diberikan pada mobil hibrida dan listrik diperbolehkan bagi mobil-mobil impor, dengan komitmen lokalisasi produksi yang 'lebih cair'.
Pemerintah saat ini memang sedang menggodok skema insentif pajak bagi mobil-mobil hibrida dan listrik. Semua itu diatur dalam regulasi low carbon emission vehicle (LCEV), dengan waktu penerbitan regulasi yang masih belum jelas.
Regulasi LCEV, seperti sering dijelaskan Kementerian Perindustrian dalam berbagai kesempatan, akan memperbolehkan terlebih dahulu mobil-mobil berteknologi bahan bakar alternatif yang diimpor mendapat insentif pajak. Akan tetapi, pemerintah akan meminta komitmen untuk merakitnya secara lokal dalam waktu kurang-lebih lima tahun.
Agen pemegang merek Jaguar Land Rover di Indonesia, PT. Wahana Auto Ekamarga (WAE), mengungkapkan sangat tertarik mengaspalkan i-Pace di Tanah Air jika regulasi LCEV memungkinkan. Mereka yakin jika harganya bisa ditekan melalui insentif pajak, maka pasar mobil listrik premium seperti i-Pace di Indonesia pasti ada.
"Saya yakin di antara para orang berada Jakarta, ada yang peduli untuk membuat udara kota ini lebih baik. Dan mereka punya kemampuan materiil melakukannya," ucap Chief Operating Officer WAE, Roland Staehler, Jumat (8/9/2017) pascapeluncuran Range Rover Velar di Jakarta.
"Di Jaguar Land Rover ada beberapa pilihan dan yang paling fenomenal, yang sudah dikomunikasikan sejak akhir tahun lalu di Las Vegas, Amerika Serikat adalah Jaguar i-Pace," sambungnya.
i-Pace, menurut Staehler, akan menjalani peluncuran globalnya tahun depan. Pasar pertamanya antara lain ialah Eropa dan beberapa negara Asia.
Jika regulasi LCEV memungkinkan pabrikan premium seperti Jaguar untuk mengimpornya ke Indonesia, i-Pace, kata dia, bisa dipasarkan ke sini pada 2019. Syarat pertamanya ialah diperbolehkannya mobil-mobil hibrida atau listrik CBU mendapatkan insentif pada bea masuk dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Kedua, sebut Staehler, adalah komitmen perakitan lokal dalam tempo lebih panjang. Pasalnya, Jaguar Land Rover saat ini secara global saja baru memproduksi 700 ribu unit secara global dan target sejuta unit baru akan dicapai pada 2020.
Baca Juga: Jaguar Land Rover Bakal Pamerkan Setir Kemudi Canggih
"Kami belum sampai di level Mercedes-Benz yang telah menyentuh dua juta unit setahun secara global, atau BMW yang hampir mencapai itu," lanjutnya.
Pasar premium Indonesia pun, papar dia, sekarang tidak bisa dikatakan mudah dengan kondisi bea masuk dan PPnBM yang amat tinggi bagi mobil mewah. Ia mengaku Jaguar Land Rover harus terlebih dahulu membentuk volume secara bertahap di Indonesia.
"Pasar Indonesia memang besar secara keseluruhan. Lebih besar dibanding Thailand atau Malaysia. Tapi, untuk pasar mobil mewah, Thailand dan Malaysia lebih besar," buka dia.
"Saya di Indonesia sejak 2008 dan pernah melihat penjualan kami meningkatkan hampir dua kali lipat dalam dua tahun. Jika kondisi ini dapat terjadi lagi, maka akan lebih mudah bicara membangun pabrik di sini," tandasnya lagi.
Ia membeberkan bahwa di masa depan, Jaguar Land Rover memang membuka kemungkinan membuat basis produksi di Asia Tenggara. Pasalnya, secara volume dan potensi pasar, region ini penting bagi mereka.
"Jika kami bisa mengusahakan volume penjualan lebih, kami bisa berbicara kepada pihak global untuk melakukan sesuatu dan merakit lokal. Tapi, jika tidak ada volume, kami tidak bisa membuat pabrik perakitan yang selanjutnya akan membawa lebih banyak lagi volume," ujarnya.
v