Aliansi Mazda-Toyota di AS Bisa Berdampak ke Indonesia

Kamis, 17 Agustus 2017 | 19:21 WIB
Aliansi Mazda-Toyota di AS Bisa Berdampak ke Indonesia
Logo Toyota. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Agen pemegang merek Toyota di Indonesia, PT. Toyota Astra Motor (TAM), mengatakan bahwa di masa depan bisa saja aliansi baru antara Toyota dengan Mazda berdampak ke Indonesia. Tetapi, kalau pun itu terjadi, efek ke Indonesia bakal terjadi dalam jangka panjang karena fokus aliansi saat ini diarahkan ke Amerika Serikat (AS).

Toyota Motor Corporation, pada awal Agustus, membeli 5 persen saham Mazda Motor Corporation. Sebaliknya, pihak Mazda juga membeli 0,25 persen saham Toyota. Pergerakan ini membuat Toyota membentuk aliansi baru dengan Mazda.

Executive General Manager TAM, Fransiskus Soerjopranoto, mengatakan bahwa aliansi Toyota dengan Mazda untuk sekarang dimaksudkan untuk pasar 'Negeri Paman Sam'. Belum ada rencana untuk memperluas kerja sama ke negara-negara lain.

Namun, ia tak menutup kemungkinan bahwa dam jangka panjang aliansi ini dapat berefek ke Indonesia.

"Kita lihat saja ke depannya seperti apa karena teknologi Mazda seperti SkyActiv dan sebagainya mungkin saja suatu saat dikombinasikan dengan teknologi Toyota," kata Soerjopranoto kala ditemu di sela-sela Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2017, 10-20 Agustus di Indonesia Convention Exhibition, Serpong, Tangerang, Banten.

Di negara adikuasa tersebut, Toyota serta Mazda sepakat mendirikan pabrik berkapasitas 300.000 unit per tahun yang nantinya dipergunakan keduanya. Rencananya, pabrik  bernilai investasi 1,6 miliar dollar AS (Rp21 triliun) itu beroperasi pada 2021.

Keduanya juga bersepakat untuk bersama-sama mengembangkan teknologi mobil listrik, mobil terkoneksi, dan mobil swakemudi.

Menanggapi soal tren aliansi antar pabrikan, Soerjopranoto menjelaskan bahwa penyebabnya ialah biaya riset dan pengembangan teknologi yang kini makin tinggi untuk mobil ramah lingkungan dan mobil swakemudi. Hal ini membuat pabrikan-pabrikan global memutuskan untuk membagi beban bersama.

"Sinergi, kolaborasi seperti ini dalam dunia bisnis kita biasanya sebut collaborative competition. Kompetisi tapi juga berkolaborasi yang kooperatif. Kita harapkan bisa ada sinergi jadi biaya enggak terlalu besar. Bisa saling melengkapi," paparnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI