Suara.com - Toyota menilai mobil hibrida merupakan teknologi kendaraan ramah lingkungan yang paling realistis diterapkan untuk pasar Indonesia. Hanya saja, butuh paket insentif memadai agar harganya dapat mendorong konsumen membeli mobil tersebut.
Pemerintah saat ini sedang menggodok insentif-insentif untuk berbagai kendaraan berbahan bakar alternatif dalam regulasi bernama low carbon emission vehicle (LCEV). Peraturan itu dibuat untuk mempromosikan serta menciptakan pasar bagi kendaraan-kendaraan minim emisi gas buang.
Menanggapi hal ini, Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Warih Andang Tjahjono mengatakan, industri otomotif memiliki banyak teknologi 'hijau' bagi kendaraan, seperti etanol, biodiesel, hibrida, atau mobil listrik. Yang perlu menjadi perhatian, teknologi-teknologi tersebut membutuhkan persiapan dengan skala beragam, dari yang cukup simpel hingga yang sangat besar.
Teknologi-teknologi semisal etanol, biodiesel, maupun mobil listrik murni, menurut Warih, membutuhkan persiapan yang tak sederhana. Persiapan itu menyangkut hal-hal seperti infrastruktur, material mentah untuk bahan bakar alternatif, hingga sektor mesin. Sementara mobil hibrida, menurutnya tak membutuhkan infrastruktur tambahan yang rumit.
"Infrastrukturnya hampir sama dengan saat ini," tuturnya, dalam wawancara seusai konferensi pers ekspor Toyota, Jumat (28/7/2017) malam di Jakarta.
Teknologi mobil hibrida, papar Warih lagi, mengandalkan mesin konvensional yang disokong oleh baterai serta motor listrik.
"Listriknya itu pun digerakkan (diisi dayanya) oleh mesinnya sendiri. Jadi kalau kendaraan itu datang ke Indonesia, ya, datang saja. Pasti bisa," tegas dia.
Satu tantangan yang mesti dipecahkan soal mobil hibrida, sambung Warih, adalah ongkos produksinya yang masih tinggi, sehingga harga jualnya akan mahal jika tak disokong insentif yang komprehensif.
"Tantangannya adalah bagaimana kebijakan-kebijakan kita, baik pemerintah maupun industri, agar bisa mencapai konsumen. Itu tantangan besarnya," ujarnya.
Warih kemudian mengutarakan bahwa Toyota secara aktif memberikan berbagai masukan konkret ke pemerintah agar insentif yang diberikan dapat mengena ke konsumen.
Direktur Manajemen Bisnis, Teknik, dan Audit Internal TMMIN, Yui Hastoro, menegaskan bahwa mobil hibrida merupakan yang paling masuk akal bagi industri otomotif Tanah Air. "Ini yang paling realistis," tandasnya.
Adapun macam-macam insentif yang bisa diberikan untuk menekan harga mobil hibrida, menurut Yui, antara lain adalah insentif pajak jika ada salah satu dari tiga komponen utama yang bisa dilokalisasi.
"Mobil hibrida itu kan terdiri dari tiga komponen utama, yaitu baterai listriknya, ECU (Engine Control Unit), dan motor listrik. Kalau salah satunya ada yang bisa dilokalisasi, bisa (diberi) insentif," paparnya.
Di luar itu, lanjut Yui, bisa pula diberikan berbagai potongan pajak. Ini dilakukan oleh berbagai negara terhadap mobil hibrida serta mobil listrik.
"Kalau di luar negeri, banyak insentif pajaknya," tutur dia.
Yui pun mengatakan bahwa setelah regulasi dibuat, industri butuh waktu agar mobil hibrida dapat dirakit di dalam negeri. "Mungkin 5-10 tahun (dari sejak regulasi diterapkan)," sebutnya.
Sementara, untuk pemasaran dan penjualan mobil hibrida, itu dilakukan sembari membangun infrastruktur untuk mobil listrik.
"Kalau kami bilang, mobil ramah lingkungan itu sebenarnya arahnya ke mobil listrik," ucap Yui lagi.
Toyota: Mobil Hibrida Paling Realistis untuk Indonesia
Sabtu, 29 Juli 2017 | 21:32 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Toyota Berniat Ganti Nama Mobil Listrik bZ4X Karena Sulit Dalam Pengucapan
21 Desember 2024 | 19:25 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI
Otomotif | 21:00 WIB
Otomotif | 20:35 WIB
Otomotif | 20:00 WIB
Otomotif | 19:03 WIB
Otomotif | 18:21 WIB
Otomotif | 18:15 WIB