Suara.com - Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian, menilai bahwa secara infrastruktur Indonesia lebih siap untuk menerima mobil hibrida ketimbang teknologi lain semisal mobil listrik murni. Hal yang masih perlu dibahas ialah insentif-insentif agar harga jualnya dapat ditekan.
Mobil hibrida menggabungkan mesin konvensional dengan sistem penggerak bertenaga listrik. Teknologi ini kerap dianggap sebagai transisi menuju mobil listrik murni.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan, mengatakan bahwa teknologi mesin hibrida relatif lebih cepat dan mudah diaplikasikan di pasar saat ini ketimbang mobil listrik murni. Sarana dan prasarana yang diperlukan pun tak serumit mobil listrik murni.
"Dengan infrastruktur yang ada di Indonesia, teknologi hybrid lebih memungkinkan untuk diaplikasikan, dibandingkan mesin listrik secara tunggal. Saat ini produsen otomotif Jepang pendekatannya lebih pada pengembangan hybrid, bukan electric vehicle,” paparnya melalui keterangan pers Kementerian yang diterima Suara.com, awal pekan ini.
Baca Juga: Toyota Anggap Mobil Hibrida Bukan Cuma Transisi ke Mobil Listrik
Beberapa hal yang masih harus dipastikan, lanjut Putu, ialah soal struktur perpajakan. Ia menerangkan bahwa insentif bagi pelaku industri harus diberikan demi mendorong mereka beralih ke teknologi hibrida.
Akan tetapi, kewajiban menggunakan komponen lokal di dalamnya tak juga dilupakan.
"Insentifnya lagi dibicarakan, tetapi wajib mengacu pada Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Kalau low cost green car (LCGC), itu sudah mencapai 80 persen komponen lokalnya. Kalau mobil listrik (dan hibrida) belum ditentukan, masih dibahas," papar dia.
Salah satu insentif yang mungkin saja diberikan ialah reduksi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Pemerintah, menurut Putu, bisa saja mengurangi PPnBM sesuai jumlah emisi gas buang yang dihasilkan kendaraan.
Karena itu, sambung Putu, mobil listrik yang tak memiliki emisi gas buang akan bebas PPnBM jika hal ini diberlakukan.
Baca Juga: Memproduksi Mobil Hibrida di Indonesia Butuh Studi Mendalam
Semua poin itu akan diatur dalam regulasi Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang kini sedang digodok. Peraturan ini ialah kelanjutan dari aturan LCGC yang sudah berjalan.
Regulasi LCEV bakal diberlakukan demi target mengurangi emisi gas buang sebanyak 29 persen pada 2030.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi, di sisi lain, berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya fokus dulu memastikan penetapan standar emisi EURO 4 tahun depan terlaksana. Setelah itu, barulah beranjak ke mobil hibrida.
"Hanya saja regulasi perpajakan dan kebijakan fiskal harus bisa diselesaikan agar tidak bermasalah ketika mobil listrik diluncurkan,” ujarnya.