Suara.com - Putusan mengenai perkara kartel yang dilakukan Honda dengan Yamaha telah dibacakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan vonis bersalah dan melayangkan denda kepada masing-masing lebih dari Rp2 miliar.
Akan tetapi, baik Yamaha dan Honda menolak putusan tersebut dan menyatakan bakal mengajukan keberatan atas putusan KPPU ke Pengadilan Negeri.
Sejak Juli 2016 silam, KPPU memang telah menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan dugaan kartel Honda dan Yamaha. Kedua pabrikan diduga telah bersama-sama memainkan harga skuter otomatis (skutik) 110-125 cc di pasar sehingga konsumen tidak mendapatkan harga kompetitif.
General Manager Corporate Secretary and Legal PT. Astra Honda Motor Andi Hartanto menilai putusan itu tidak mempertimbangkan secara cukup semua kesaksian dan bukti-bukti yang telah diajukan.
Baca Juga: Terbukti Lakukan Kartel, Honda dan Yamaha Didenda Rp20 M
"Jadi, mereka melakukan ekstrapolasi kesimpulan sendiri berdasarkan bukti atau pendapat yang menguntungkan mereka. Jadi tidak cukup mempertimbangkan pendapat saksi ahli kita dan bukti-bukti yang kita ajukan," kata Andi pascasidang pembacaan putusan KPPU, Senin (20/2/2017) kemarin di kantor KPPU, Jakarta.
Kuasa Hukum PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) Rikrik Rizkiyana menuduh KPPU, dalam melakukan investigasi, terindikasi melakukan pelangggaran-pelanggaran. Salah satunya ialah melakukan pemeriksaan lapangan sudah mengambil data perusahaan tanpa izin, tanpa menunjukkan identitas asli.
KPPU pun telah merespons hal ini dan mengatakan bahwa hal itu masih dalam koridor hukum. Pernyataan KPPU langsung dibantah oleh Rikrik.
"Itu (pengambilan data) harus melalui proses permintaan data dan lain sebagainya, tapi ini kan gak ada proses seperti itu," ucap Rikrik.
Baik Andi maupun Rikrik mengaku bakal mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU ke pengadilan negeri. Kasus dugaan kartel Honda-Yamaha ini pun masih akan terus berlangsung.
Baca Juga: Kasus Patrialis Pintu Masuk KPK Bongkar Kartel Daging di Bulog