Mercedes-Benz bersiap meluncurkan sport utility vehicle (SUV) GLC hibrida bertenaga hidrogen dan listrik pada 2017 di Amerika Serikat.
GLC fuel-cell electric itu merupakan salah satu 'buah' riset Mercedes untuk mengembangkan teknologi bahan bakar ramah lingkungan dengan gelontoran dana 7,9 miliar AS atau sekitar Rp105 triliun hingga tahun depan.
Dana sebesar itu, menurut Bloomberg di akhir pekan lalu, disiapkan Mercedes karena tuntutan regulasi emisi gas buang yang semakin ketat di pasar otomotif dunia. Skandal pemalsuan data emisi gas buang Volkswagen serta kehadiran pabrikan mobil listrik Tesla semakin mendorong Mercedes mencari berbagai opsi teknologi 'hijau'.
GLC fuel-cell electric sendiri menjadi kendaraan listrik pertama di pasar yang daya baterainya mampu diisi dengan 'colokan' listrik di rumah atau dengan hidrogen. Dalam kondisi terisi penuh, GLC canggih ini bisa melaju sampai lebih 500 km.
Jarak tempuh yang panjang itu dianggap bakal menjadi poin plus karena saat ini stasiun pengisian bahan bakar hidrogen di AS baru berjumlah 26 outlet.
"Daimler melihat beberapa teknologi berbeda dapat saling melengkapi di masa depan. Dengan portofolio kendaraan kami yang terdiri dari mobil ringkas sampai truk berat, kami harus berpikir secara holistik," jelas Head of Group Research and Mercedes-Benz Cars Development Daimler AG Thomas Weber.
Kompatriot Mercedes-Benz, seperti Volkswagen dan BMW hingga kini belum memiliki model fuel-cell di pasar. Sebenarnya, kendaraan fuel-cell pun masih belum umum, bahkan di pasar Jepang yang pemerintahnya sangat loyal terhadap subsidi mobil berbahan bakar alternatif.
Bloomberg mencatat pasar otomotif Negeri Sakura baru ada tiga model fuel-cell yaitu Toyota Mirai, Hyundai Tucson fuel-cell, serta Honda Clarity fuel-cell yang baru dijual pada tahun ini. Diperkirakan, pada 2020 akan ada 40 ribu mobil fuel-cell di negara itu.