Industri otomotif global telah bergerak menuju era ramah lingkungan melalui kendaraan yang memanggul mesin berteknologi ramah lingkungan seperti mobil listrik, hibrida, bahkan hidrogen melalui pembangunan infrastruktur plus pemberian insentif untuk konsumen dan industri. Indonesia sendiri baru memulainya melalui regulasi low cost green car sejak 2013.
LCGC termasuk ke dalam regulasi kendaraan beremisi karbon rendah yang dicanangkan pemerintah.
"Kami sudah meluncurkan program LCGC yang sebenarnya menuju kendaraan bersih tapi itu masih berbahan bakar konvensional (bensin). Sekarang ini bagaimana pelan-pelan menuju LCE," kata Direktur Jendral Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan, Selasa (9/5/2016).
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 memberikan insentif pembebasan pajak penjualan barang mewah untuk LCGC yang merupakan kendaraan berkapasitas mesin di bawah atau sama dengan 1.2 liter (untuk mesin bensin) serta 1.5 l (diesel). Konsumsi bahan bakar minyak LCGC diwajibkan 20 kilometer per liter.
Adapun roda empat berteknologi mesin non konvensional layaknya hibrida mendapatkan insentif PPnBM 25 persen. Para agen tunggal pemegang merek dalam berbagai kesempatan meminta insentif lebih agar mereka dapat mendatangkan kendaraan hibrida.
President and Chief Executive Officer Mitsubishi Motors Corporation Osamu Masuko saat peletakan batu pertama pabrik Mitsubishi di Cikarang, Jawa Barat, pada Maret 2015 sempat menyinggung bahwa pihaknya menahan rencana kedatangan salah satu mobil hibrida mereka, Outlander PHEV, ke Indonesia karena mengharap insentif pajak lebih dari pemerintah.
Kemudian, pada Senin (9/5/2016), PT. Super Gasindo Jaya sebagai produsen mobil Indonesia bermerek Tawon mendatangi Kemenperin untuk meminta dukungan untuk rencana memproduksi bus listrik. Termasuk dukungan insentifkah?
"Saat ini (GSJ) tak secara spesifik meminta insentif. Tapi saya tak tahu kalau nantinya meminta itu," kata Suryawirawan.
Meski demikian, dia mengaku mengetahui industri otomotif menunggu insentif mobil bermesin non-konvensional. Akan tetapi, pemerintah menurutnya tak bisa terburu-buru memberikan hal itu.
"Kami tidak mau gegabah kalau-kalau insentif itu akhirnya hanya dipakai untuk kepentingan bisnis tanpa ada upaya kita menguasai pembuatan kendaraan kendaraan itu," kata Suryawirawan.