Lima Hal yang Pantang Disampaikan ke "Biker"

admin Suara.Com
Kamis, 27 Februari 2014 | 13:01 WIB
Lima Hal yang Pantang Disampaikan ke "Biker"
Ilustrasi pengendara sepeda motor. (Foto: Freedigitalphotos.net/LuigiDiamanti)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengguna sepeda motor secara umum untuk kebutuhan transportasi, tentu berbeda dengan pencinta sepeda motor atau mereka yang disebut dengan para bikers. Orang-orang golongan kedua ini adalah pengendara yang memang menyukai menunggang motornya, bila perlu sampai keliling kota atau bahkan negara.

Tentu, walau kenyataannya ada begitu banyak (berjuta-juta) sepeda motor di jalanan sana, di Jakarta saja misalnya, hanya sebagian yang merupakan biker atau pencinta/pengendara motor sejati. Oleh sebab itu, bagi Anda yang hanya sesekali naik sepeda motor, atau bahkan tidak pernah dan tak suka sama sekali menaikinya, ada hal-hal yang perlu diperhatikan saat suatu kali berjumpa dan berkomunikasi dengan mereka.

Berikut lima bahan pembicaraan yang harusnya dihindarkan seseorang ketika berbicara dengan biker, sebagaimana catatan Lorraine Roe, seorang perempuan pengendara motor yang juga bersuamikan biker, seperti dimuat Huffington Post:

1. "Dulu saya pernah lihat kecelakaan motor. Parah. Kayaknya pengendaranya tewas di tempat."
Ini jelas bukan sesuatu yang pantas dibicarakan sambil lalu begitu saja, bahkan dengan sembarang orang lain. Apalagi jika disampaikan kepada pengendara motor. Toh, kecelakaan terjadi di mana-mana dan kapan saja, nyaris setiap saat di jalan raya. Semua orang tahu itu.

2. "Sepupuku juga pernah mengalami kecelakaan, lalu dia berhenti naik motor."
Nah, masalahnya, lantas apa hubungannya sepupu Anda dengan teman bicara yang pengendara motor ini? Apakah mungkin, dia sama serampangannya dengan saudara Anda yang mungkin terjatuh karena menyalip tak karuan? Sepupu Anda punya SIM tidak? Ya, intinya, tidak perlu dibicarakanlah.

3. "Saya juga pernah naik motor ke mana-mana, sampai suami/istri saya menyarankan berhenti karena alasan keselamatan, apalagi kami kini sudah punya anak."
Tahukah Anda bahwa sang biker mungkin juga punya pasangan dan anak? Apa tujuan Anda mengatakan hal ini? Apakah ini semacam gaya "passive-aggressive" dalam menyarankan bahwa orang tua tak seharusnya naik sepeda motor lagi? Bagaimana kalau mereka tidak sekhawatir Anda? Yang jelas, mereka menyukainya dan masih meneruskannya, dan Anda harusnya tak "mencampuri" itu.

4. "Hati-hati berkendara, ya." Ini akan bernuansa tidak baik jika khususnya disampaikan dengan mimik muka khawatir. Ya, seolah Anda ingin menunjukkan sikap perhatian, tetapi dengan cara dan pada momen yang salah. Si biker tahu soal hati-hati, tapi jelas tak mengkhawatirkan hal itu. Tidak sampai Anda mengucapkannya, dan itu jelas mengganggu.

5. "Bukan kamu sebagai pengendara yang perlu diwaspadai di jalan, tapi pengemudi mobil. Kadang mereka seolah tak melihat ada sepeda motor."
Ini seolah-olah Anda memberikan analisis ala pakar lalu lintas, sembari berusaha berpihak pada rekan bicara sang pengendara motor. Tapi tujuan Anda apa? Kesimpulan itu bisa saja benar, tetapi tentunya tak harus jadi bahan kekhawatiran bagi seorang biker. Tidak tentu saja, sampai Anda mengungkapkannya sebagai bahan pemikiran. (Huffington Post)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI