Suara.com - Utusan khusus Presiden Prabowo Subianto untuk Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo bersama Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno bertemu dengan mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair.
Eddy mengaku, dalam pertemuan tersebut, dirinya bersama Hashim diundang oleh Tony Blair untuk berdiskusi hal-hal yang menyangkut isu kekinian. Di antaranya terkait dengan transisi energi, teknologi terkini dalam energi terbarukan.
“Terutama teknologi terkini yang ada di Inggris yang bisa diadopsi oleh Indonesia. Praktik-praktik terbaik transisi energi yang ada selama ini, termasuk juga pembahasan mengenai AI,” kata Eddy, di Hotel kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Selain membahas soal energi, lanjut Eddy, pertemuan tersebut juga membahas soal perubahan iklim. Hal itu diperbincangkan, lantaran Hashim yang merupakan adik Presiden Prabowo ini, datang dalam kapasitas sebagai utusan khusus presiden tentang perlolaan perubahan iklim.
“Jadi kita juga bicara tentang perubahan iklim, termasuk juga bagaimana partisipasi Indonesia nanti dalam COP30 yang akan dilaksanakan akhir tahun ini di Brazil,” ujarnya.
“Namun, pembahasan lebih intens mengenai persoalan transisi energi, energi terbarukan, artificial intelligence, termasuk terakhir yang saya sampaikan adalah mengenai perubahan iklim,” imbuhnya.
Eddy mengaku, saat pertemuan tadi bersama Tony Blair, Hashim menyampaikan rencana pembangunan energi terbarukan. Energi baru dan terbarukan untuk 15 tahun yang akan datang dan di mana di dalamnya ada pengembangan energi nuklir.
Dan dalam kesempatan itu Pak Tony Blair juga mengatakan bahwa di Inggris sudah dikembangkan teknologi di mana sekarang bisa dibangun pembangkit nuklir yang modular, yang relatif kecil 300-500 MW. Pembangkit tersebut dinilai cocok untuk negara seperti Indonesia, negara kepulauan seperti Indonesia.
“Jadi itu yang kita bahas dan itu teknologi itu nanti akan diperkenalkan lebih lanjut lagi dan dalam hal ini kita nanti akan menunggu materi presentasi yang disampaikan oleh perusahaan yang dimaksud untuk bisa mengetahui lebih banyak lagi, lebih dalam lagi bagaimana teknologi nuklir bisa diadopsi di Indonesia ke depannya,” jelasnya.
Namun, hingga kini belum ditetapkan. Meski demikian, sudah ada dua lokasi yang menjadi preferensi untuk pembangunan pembangkit nuklir yakni di Kalimantan Barat, dan Bangka Blitung.
“Tetapi kepastiannya pengembangannya bagaimana nanti kita akan lihat karena RUPTL 2025-2034 kan masih dalam proses penyelesaian,” jelasnya.
Dalam perencanaannya dalam satu RUPTL bakal ada satu Giga Watt nuklir yang akan dikembangkan di situ.
“Jadi itu juga bisa menjadi awal dari energi nuklir kita,” ujarnya.
Eddy memprediksi, pada tahun 2038, sumber energi terbarukan di Pulau Jawa akan habis. Maka, kini Indonesia memerlukan nuklir untuk pengembangan sekaligus penyimpanan baterai secara nasional.
“Dan ini saya kira penting sekali karena banyak energi terbarukan itu kan sifatnya intermittent, hanya bisa digunakan untuk jam-jam tertentu, tidak 24 jam. Sehingga itu menjadi sangat penting untuk ke depannya,” tandasnya.
Kerja Sama dengan Tony Blair Institute
Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menjajaki peluang kerja sama dengan Tony Blair Institute dalam upaya percepatan digitalisasi di sektor pelayanan publik.
"Pak Tony Blair datang ke kantor Komdigi dengan Tony Blair Institute untuk membicarakan mengenai bagaimana transformasi digital di Indonesia bisa berjalan dengan lebih cepat," kata Menteri Komunikasi dan Digital RI Meutya Hafid di Jakarta, Senin (21/4/2025).
"Mudah-mudahan siap nanti diberi masukan, atau kerja sama dengan Tony Blair Institute," katanya seusai melakukan pertemuan dengan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair dan tim Tony Blair Institute (TBI).
Pejabat Kemkomdigi dan TBI dalam pertemuan hari ini membahas upaya transformasi digital, termasuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan pemanfaatan teknologi baru seperti kecerdasan buatan.
"Jadi, tadi amat luas pembicaraannya, kemudian masing-masing tim kami dan tim TBI akan kita kaji kembali dari berbagai concern tadi atau issue tadi, mana yang akan kita prioritaskan untuk menjadi kerja sama antara kedua institusi," kata Meutya sebagaimana dilansir Antara.
Ia menyampaikan bahwa perwakilan Kemkomdigi dan TBI akan melakukan pertemuan lanjutan untuk membahas kerja sama yang bisa dijalankan beserta mekanisme dan cakupan kerja samanya.
Meutya mengatakan bahwa pembahasan peluang kerja sama dengan TBI selaras dengan upaya pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan transformasi digital dalam penyelenggaraan layanan publik.
"Ini tentu mendukung penyampaian-penyampaian Presiden Prabowo, yang sudah Beliau sampaikan ke publik, yaitu bagaimana memberikan layanan, di antaranya bansos, secara digital," katanya.
Indonesia Country Director for Tony Blair Institute for Global Change atau TBI Indonesia Shuhaela Fabya Haqim menyampaikan bahwa organisasinya akan mendukung upaya Kemkomdigi RI mempercepat digitalisasi dalam penyelenggaraan layanan publik.
Dalam pertemuan dengan pejabat Kemkomdigi RI, ia mengatakan, Tony Blair menyampaikan contoh penerapan transformasi digital di beberapa negara yang bisa jadi referensi dalam pelaksanaan transformasi digital di Indonesia.
"Memang harus tetap melihat konteks Indonesia-nya. Jadi itu yang kemudian kita telaah lebih lanjut," kata Shuhaela.