Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan alasan hakim Pengadilan Negeri Surabaya Heru Hanindyo dituntut hukuman lebih berat dibanding terdakwa lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul.
Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut Heru Hanindyo tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Dia juga dianggap menciderai kepercayaan masyarakat, khususnya terhadap institusi yudikatif, dalam hal ini Mahkamah Agung (MA).
“Terdakwa tidak bersikap kooperatif dan tidak mengakui perbuatannya,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025).
Untuk itu, Heru Hanindyo dijatuhi tuntutan berupa pidana penjara selama 12 tahun. Hal itu lebih berat dibanding Erintuah dan Mangapul yang dituntut 9 tahun penjara.
Sebab, Erintuah dianggap kooperatif dengan mengakui perbuatannya dan memberi keterangan yang dapat mendukung pembuktian dalam perkara lain, termasuk perkara Zarof Ricar, Lisa Rachmat, dan Meirizka Widjaja.
“Terdakwa dengan itikad baik telah mengembalikan uang yang diterima dari Lisa Rachmat sejumlah 115 ribu Dolar Singapura,” ujar jaksa.
Di sisi lain, Hakim Magapul juga dianggap bersikap kooperatif dan telah mengembalikan uang suap yang pernah diterimanya dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
“Terdakwa dengan itikad baik telah mengembalikan uang yang diterima dari Lisa Rachmat sejumlah 36 ribu Dolar Singapura,” ujar jaksa.
Baca Juga: Skandal Suap Vonis Bebas Ronald Tannur, Hakim Erintuah Damanik Dituntut 9 Tahun Bui
Diberitakan sebelumnya, salah satu hakim Pengadilan Negeri Surabaya Heru Hanindyo dituntut 12 tahun penjara dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi pada vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur terkait dugaan pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Pada kasus yang sama, jaksa menuntut dua hakim Pengadilan Negeri Surabaya lainnya, yaitu Erintuah Damanik dan Mangapul dengan pidana penjara selama 9 tahun.
Sebagai informasi, jaksa mendakwa mantan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul menerima uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu.
Hal tersebut disampaikan jaksa dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Uang tersebut diduga mereka terima dari ibu dari terpidana kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan penasihat hukumnya, Lisa Rachmat.
“Uang tunai sebesar SGD 48 ribu dari Meirizka Widjaja Tannur dan Lisa Rachmat yang diterima oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” kata jaksa, Selasa (24/12/2024).
Kemudian, Merizka dan Lisa juga memberikan uang sebesar SGD 140. ribu dengan pembagian masing-masing SGD 38 ribu untuk Erintuah, SGD 36 ribu untuk Mangapul, SGD 36 ribu untuk Heru, dan SGD 30 ribu sisanya disimpan oleh Erintuah.
“Pada awal bulan Juni 2024 bertempat di Gerai Dunkin Donuts Bandar UdarabJenderal Ahmad Yani Semarang, Terdakwa Erintuah Damanik menerima uang sejumlah SGD140 ribu dengan pecahan SGD 1.000 dari Lisa Rachmat,” ungkap jaksa.
Setelahnya, ketiga hakim tersebut membuat kesepakatan perihal pembagian uang di ruang kerja Pengadilan Negeri Surabaya.
“Pada akhir Juni 2024 bertempat di Gerai Dunkin Donuts Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani Semarang, Terdakwa Erintuah Damanik menerima lagi uang sebesar SGD 48 ribu dari Lisa Rachmat,” ucap jaksa.
Selanjutnya, jaksa juga menyebut Heru menerima uang sebanyak Rp 1 miliar dan SGD 120 ribu dari Meirizka dan Lisa.
Uang tersebut diberikan Meirizka dan Lisa agar ketiga hakim tersebut memutuskan vonis bebas terhadap Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan.
“Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul telah mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh Lisa Rachmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum,” tandas jaksa.