Suara.com - Terseretnya empat hakim dalam kasus suap putusan lepas atau onslag kepada tiga korporasi terdakwa korupsi bahan baku minyak goreng, bukan hanya mencoreng wajah pengadilan.
Kasus ini juga sekaligus menambah daftar panjangan keterlibatan advokat dalam perkara suap demi meloloskan kliennya dari jeratan hukum.
Pasalnya dalam perkara suap itu, dua pengacara ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai tersangka. Keduanya adalah Marcella Santoso dan Ariyanto. Mereka kuasa hukum dari tiga korporasi yang menjadi terdakwa, dan berperan memberikan suap kepada keempat hakim.
Pakar hukum pidana Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto, mendorong agar asosiasi advokat membuat aturan berupa sanksi tegas kepada anggotanya yang terlibat dalam kasus korupsi. Hal ini bertujuan agar kasus-kasus seperti ini tak terus berulang.
Sanksi tegas itu, jelas Aan, berupa kesepakatan dari seluruh asosiasi advokat yang menolak keanggotaan pengacara yang pernah menjadi terpidana dalam kasus korupsi atau tindak pidana lainnya.
"Asosiasi advokat itu bisa menegakkan kode etik advokat, sehingga kalau ada pelanggaran di advokat, tidak memungkinkan dia untuk bisa berpraktek terus," kata Aan kepada Suara.com, dikiutip pada Sabtu (19/4/2025).
Dia menjelaskan, selama ini tidak ada satu kesatuan sanksi antara asosiasi advokat yang satu dengan lainnya terhadap pengacara yang terlibat perkara tindak pidana.
"Asosiasinya itu masih memungkinkan dipecat di satu asosiasi kemudian dia bergabung di asosiasi yang lain," kata Aan.
"Nah, ini seharusnya ada saringan. Misalnya begini, advokat yang sudah melakukan pelanggaran, baik dari asosiasi advokat manapun, itu nanti tidak bisa disumpah oleh pengadilan karena telah diberhentikan dari asosiasi itu," sambungnya.
Baca Juga: Anggap KPK Telah Memframing Febri Diansyah, Maqdir Ismail: Merusak Martabat Advokat
Aturan ini kata dia, juga harus didukung oleh negara, dengan mengeluarkan aturan pengacara yang pernah terlibat dalam kasus tindak pidana tidak boleh diambil sumpah untuk beracara di pengadilan.