Untuk memberikan efek jera terhadap koruptor, ICW pun mendesak Prabowo untuk segera mengesahkan Rencana Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset.
Sebab, lambatnya pemerintah dan DPR dalam mengesahkan RUU Perampasan Aset itu berpotensi dijadikan momentum oleh para koruptor untuk mengamankan aset hasil korupsi dan pencucian uang dengan menempatkan serta menyamarkannya melalui anggota keluarga.
"Koalisi Prabowo mendominasi kursi di legislatif, yaitu lebih dari 80 persen. Artinya, jika Prabowo memiliki komitmen dalam memberantas korupsi dan memberikan efek jera bagi koruptor, maka tidak sulit baginya untuk mendesak DPR untuk dapat memproses RUU yang telah digagas sejak 2012 lalu tersebut," tutur Wana.

Pengesahan RUU Perampasan Aset, lanjut Wana, semakin dibutuhkan karena Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU tidak maksimal digunakan oleh penegak hukum. Data ICW menunjukkan dari 46 kasus korupsi yang melibatkan keluarga aparat penegak hukum hanya mengenakan UU TPPU terhadap 8 persen atau 4 kasus.
Di sisi lain, rata-rata pengembalian uang pengganti oleh koruptor ke kas negara juga hanya sebesar 13 persen dari total kerugian negara akibat korupsi yang mencapai Rp234,8 triliun.
Realitas tersebut dinilai Wana menunjukkan pemerintah gagal dalam mengembalikan uang negara yang dicuri oleh koruptor.
"Padahal hari ini, pembahasan penegakan hukum korupsi semestinya naik kelas tidak hanya pada pengembalian kerugian negara tetapi juga pemulihan kerugian korban korupsi," tegas Wana.
Simpati ke Keluarga Koruptor
Prabowo manaruh rasa simpati kepada keluarga koruptor ketika ditanya soal wacana memiskinkan koruptor lewat RUU Perampasan Aset.
Baca Juga: Presiden Prabowo Tolak Hukuman Mati Bagi Koruptor, Komisi XIII DPR Dukung
Momen itu terjadi di tengah sesi acara wawancara dengan enam pemimpin redaksi media di kediaman Prabowo, di Padepokan Garuda Yaksa Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu, 6 April 2025.