Selain itu, turut tercantum pula larangan bagi setiap distributor atau pemasok untuk mendistribusikan produk atau minuman kemasan plastik sekali pakai di Provinsi Bali. Untuk minuman atau produk dengan volume 1 liter ke bawah, Koster memperbolehkan produksi dan distribusinya asalkan menggunakan botol kaca atau kemasan yang lebih ramah lingkungan.
Diprotes
Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bersih Sampah tuai protes dari kalangan pengusaha, terutama pada poin pelarangan minuman kemasan plastik kecil.

Menyikapi kebijakan tersebut, sejumlah asosiasi pengusaha mengirim surat ke Pemprov Bali untuk dilibatkan diskusi terkait penerbitan aturan itu karena dinilai bisa berdampak buruk dalam jangka panjang.
Asosiasi itu di antaranya, Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi), Asosiasi Produsen Air Minum. dalam Kemasan Nasional (Asparminas), Perkumpulan Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), serta Gabungan Usaha Nata de Coco Indonesia (Gapni).
Ketua Adupi Christine Halim mengungkapkan isi surat secara umum permintaan untuk berdiskusi dengan Gubernur Bali.
"Kami belum memberikan pandangan spesifik, kami minta waktu untuk berjumpa dengan Pak Gubernur. Dan kami menjelaskan mengenai nanti kira-kira dampaknya apa dan jalan keluarnya bagaimana," kata Christine kepada suara.com, dihubungi Jumat (11/4/2025).
Christine berpandangan, Gubernur Bali keliru dalam mengeluarkan kebijakan pelarangan minuman kemasan kurang dari 1 liter tersebut. Dia menyebutkan bahwa minuman kemasan kecil memang mendominasi jenis sampah di Bali. Namun, sampah tersebut lebih mudah diatasi dengan cara daur ulang agar tidak mencemari lingkungan.
Baca Juga: Inovasi Pengelolaan Sampah Plastik: Sucofindo-Containder Teken MoU untuk Solusi Berkelanjutan