Suara.com - Kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung menuai sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk para legislator.
Anggota Komisi III DPR RI, Lola Nelria Oktavia, mengecam keras tindakan tidak manusiawi tersebut dan mendesak agar proses hukum terhadap pelaku bernama Priguna Anugerah Pratama (31) berjalan secara transparan dan adil.
“Ini bukan hanya mencoreng nama baik profesi medis, tetapi juga merupakan pelanggaran hukum dan nilai kemanusiaan yang sangat serius,” kata Lola kepada wartawan, Jumat (11/4/2025).
Lola mengapresiasi langkah cepat Kementerian Kesehatan yang telah menjatuhkan sanksi administratif dengan menghentikan pendidikan spesialis pelaku di RSHS serta mengembalikannya ke Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad). Namun, menurutnya, langkah tersebut belum cukup.
“Proses hukum pidana harus tetap ditegakkan. Jika terbukti bersalah di pengadilan, Perlu sekali (izin praktek dicabut seumur hidup) dan harus, kalau memang sudah terbukti bersalah ya, harus di cabut ijin prakteknya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wabendum DPP Partai NasDem ini menilai kasus ini menjadi alarm bagi institusi pendidikan dan dunia medis untuk melakukan evaluasi menyeluruh.
Ia menyoroti pentingnya menciptakan lingkungan belajar dan kerja yang aman dari kekerasan seksual dan perundungan.
Di lain sisi, ia mengapresiasi langkah Fakultas Kedokteran Unpad yang telah membentuk Komisi Disiplin, Etika, dan Anti Kekerasan serta meluncurkan Buku Pedoman Sanksi Kekerasan dan Bullying. Namun ia menekankan bahwa kebijakan tersebut harus dijalankan secara konsisten dan diawasi secara ketat.
“Tanpa implementasi yang serius, semua kebijakan hanya akan menjadi simbolik. Ini waktunya institusi bergerak lebih konkret,” katanya.
Baca Juga: Menteri PPPA Desak Priguna Dihukum Berat: Tak Ada Satu pun Perempuan Pantas Alami Kekerasan Seksual!
Lola juga menegaskan pentingnya perlindungan maksimal bagi korban dan saksi, termasuk pendampingan psikologis dan hukum selama proses hukum berlangsung.
“Kita harus pastikan korban mendapatkan keadilan dan rasa aman. Tidak boleh ada intimidasi atau pembiaran dalam kasus seperti ini,” pungkasnya.
Seperti diketahui, seorang dokter PPDS jurusan Anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) bernama dr. Priguna Anugerah Pratama (31) memerkosa anggota keluarga pasien.
Buntut dari aksi pemerkosaan terhadap keluarga pasien, Priguna kini meringkuk di penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Barat.
Tersangka diduga menyuntikkan cairan bius ke tubuh korban melalui infus hingga korban tak sadarkan diri sebelum melakukan aksi bejatnya kepada wanita dari keluarga pasien.
Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Hendra Rochmawan menjelaskan, peristiwa pemerkosaan di RSHS Bandung itu terjadi pada 18 Maret 2025 di ruang nomor 711 Gedung MCHC RSHS sekitar pukul 01.00 WIB.
Saat itu, pelaku meminta korban berganti pakaian dengan baju operasi dan melepaskan seluruh pakaian sebelum akhirnya disuntik sebanyak 15 kali di bagian tangan.
![Kolase Priguna Anugerah Pratama, dokter PPDS tersangka kasus pemerkosaan. [Dok. Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/09/36316-dokter-ppds.jpg)
Korban yang sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis di rumah sakit, diminta oleh tersangka untuk melakukan transfusi darah seorang diri tanpa ditemani pihak keluarga.
Ditangani Polisi
Polisi masih terus mendalami soal aksi pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, bernama Priguna Anugerah Pratama (31). Priguna terbukti telah melalukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien.
Dirkrimum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, mengatakan sejauh ini berdasarkan hasil pemeriksaan, motif tersangka melakukan aksi asusila terhadap keluarga pasien akibat fantasi yang dimilikinya.
“Semacam apa ya, punya fantasi tersendiri dengan seksualnya gitu. Padahal dia sudah punya istri juga, baru-baru nikah,” kata Surawan, saat dikonfirmasi awak media, Jumat (11/4/2025).
“(Motifnya) semacam punya fantasi sendiri lah gitu. Senang kalau orang mungkin pingsan gitu ya. Nanti kita lakukan visum psikiatrikum,” katanya menambahkan.
Meski demikian, saat ini pihak kepolisian belum melaksanakan tes kejiwaan terhadap tersangka.