Suara.com - Kasus pagar laut di wilayah Bekasi kini memasuki babak baru usai penyidik dari Bareskrim Polri menetapkan sembilan orang tersangka. Dua di antaranya merupakan MS dan Abdul Rosyid, selaku mantan dan Kepala Desa (Kades) Desa Segarajaya.
“MS yang menandatangani (berkas) PM1 dalam proses PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap), kemudian AR yang menjual lokasi bidang tanah di laut kepada Saudara YS dan BL,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, di kantornya, Kamis (10/4/2025).
Tersangka selanjutnya yakni JR yang merupakan Kepala Seksi Pemerintahan di Kantor Desa Segarajaya. Kemudian, Y dan S yang merupakan staf Desa Segarajaya.
Selanjutnya AP yang merupakan Ketua Tim Suport PTSL. Ketujuh, GG yang merupakan petugas ukur tim suport. Kedelapan MJ selaku operator komputer dan terakhir yakni HS, selaku tenaga pembantu di tim suport program PTSL.
Sejauh ini, lanjut Djuhandani, pihak penyidik telah memeriksa sebanyak 40 orang saksi dalam penanganan perkara ini.
Penyidik juga telah memperoleh barang bukti berupa pemalsuan atau perubahan sertifikat yang telah diuji oleh pihak Puslabfor.
![Personel Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil (Polsus PWP3K) Ditjen PSDKP memasang spanduk penghentian kegiatan pemagaran laut di pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (11/2/2025). [ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/rwa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/02/11/96010-pagar-laut-pagar-laut-bekasi-pagar-laut-bekasi-dibongkar.jpg)
Perubahan sertifikat yang dilakukan oleh para pelaku yakni dengan mengubah letak lokasi sertifikat asli ke tengah laut. Total ada 93 SHM yang dipindah ke tengah laut oleh para tersangka.
“Saudara MS kami kenakan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP, juncto pasal 55 KUHP dan atau pasal 56. Terhadap Tim Suport PTSL tahun 2021, kami kenakan pasal 26 ayat 1 KUHP,” jelasnya.
Baca Juga: Dongkol Anak Buah Bubarkan Demonstran Tolak UU TNI di DPR, Pramono Habis-habisan Marahi Satpol PP
Selain pagar laut di wilayah Bekasi, Bareskrim juga mengaku telah kembali melayangkan berkas perkara pagar laut di wilayah Tangerang ke pihak kejaksaan.
Djuhandani mengaku penyidik telah memenuhi petunjuk pihak kejaksaan yang sebelumnya sempat mengembalikan berkas terhadap pihak penyidik Polri. Alasannya, pihak jaksa penuntut umum meminta agar penyidik menambahkan pasal dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam berkas perkara dengan tersangka Arsin Cs.
Meski demikian, Djuhandani berkeyakinan jika dalam perkara ini tidak ada unsur Tipikor. Melainkan murni penggelapan soal sertifikat hak guna bangun. Pasalnya, Djuhandani berdalih, berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah ahli termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, belum ditemukannya unsur pidana korupsi dalam kasus ini.
“Dari teman-teman BPK, kami diskusikan kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya, mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara," kata Djuhandani di Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025).
Djuhandani mengatakan, berdasarkan hasil putusan MK Nomor 25/ PUU 14-2016, tanggal 25 Januari 2017, tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang memiliki kerugian negara nyata.
Kemudian dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga kerugian negara secara nyata haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK RI atau Badan Pengawas Keuangan Pembangunan BPKP.
"Ini juga merupakan jawaban kami kepada JPU," ucapnya.
Sebelumnya, Kejagung meminta tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menyertakan pasal tindak pidana korupsi dalam perkara pemalsuan Sertifikat HGB dan SHM di pesisir Laut Desa Kohod, Tangerang, Banten.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar mengatakan bahwa jaksa peneliti yang bakal menjadi penuntut umum dalam perkara ini telah mengembalikan berkas perkara Arsin Cs kepada penyidik Bareskrim.
Harli mengatakan, pihaknya meminta agar polisi mengembangkan penanganan perkara pemalsuan ini ke arah tindak pidana korupsi.
"Petunjuk JPU agar penyidik melakukan penyidikan dalam perkara ini dengan pasal persangkaan UU Tipikor dan setelahnya berkoordinasi dengan jajaran Pidana Khusus," ujar Harli, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (9/4/2025).
Saat ini, lanjut Harli, pihaknya masih menunggu pihak penyidik dari Bareskrim Polri untuk segera melengkapi berkas perkara tersebut sesuai dengan petunjuk jaksa.
Apabila hal itu dilakukan, maka dalam penanganan ini bakal berubah menjadi tindak pidana korupsi.
"Harus dipahami penyidik melakukan penyidikan dengna pasal dalam tindak pidana umum dan oleh JPU memberikan petunjuk agar disidik dengan UU Tipikor,” ucap Harli.