Suara.com - Kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump terkait tarif impor ke negara Paman Sam itu ternyata juga turun membuat para petani kelapa sawit di Indonesia kalang kabut. Sebab, kenaikan pajar impor yang diumumkan Trump bisa berdampak terhadap anjloknya harga jual hasil petani sawit.
Menanggapi kebijakan tarif Trump itu, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta agar pemerintahaan Presiden Prabowo Subianto untuk menurunkan besaran Pajak Ekspor (Bea Keluar/BK) dan Pungutan Ekspor (PE) sawit hingga nol persen.
Menurut Ketua Umum SPKS, Sabarudin, penetapan pajak impor 32 persen dari Presiden Trump bisa membuat kondisi industri kepala sawit makin berat, terlebihi dengan adanya besaran pajak BK dan PE.
"Sebaiknya, Pemerintah Indonesia menjaga dan melindungi industri minyak sawit dan produk turunannya secara holistik, sehingga tetap memiliki daya saing kuat sebagai primadona pasar minyak nabati dunia," kata Sabarudin dikutip pada Kamis (14/4/2025).
Sabarudin juga menganggap kenaikan tarif yang dilakukan Presiden Trump secara sepihak juga akan memicu badai ekonomi baru di perdagangan global.
"Perdagangan global akan menimbulkan badai ekonomi baru, sebagai reaksi dari pemberlakuan tarif dagang Amerika Serikat yang tinggi hingga 32 persen. Kondisi perdagangan dunia bakal mendapat berbagai distorsi baru akibat dampak samping yang ditimbulkan," bebernya.
Dia mengatakan jika harga jual dari hasil panen petani kelapa sawit di Indonesia seperti tandan buah segar (TBS) bisa berdampak dari tarif Presiden Trump. Sebab, menurut hukum ekonomi pasar, setiap beban baru yang dikenakan, akan terus terdistribusi hingga mata rantai yang paling lemah.
"Posisi paling lemah sepanjang mata rantai produksi minyak sawit secara umum berada di pihak petani kelapa sawit,” ungkap Sabaruddin.
Sebab itu, SPKS meminta kepada pemerintahan Presiden Prabowo, untuk menurunkan BK dan PE terhadap CPO dan produk turunannya hingga menjadi 0 persen. Sambil terus memperhatikan gejolak ekonomi yang akan timbul akibat penerapan tarif dagang baru Amerika Serikat ini.
Baca Juga: Halal Bihalal di Teuku Umar: Sinyal Megawati dan Prabowo Buka Poros Baru?

"Kondisi perdagangan dunia, selama ini selalu berdiskusi mengenai hambatan perdagangan seperti Tarif dan Non Tarif. Tapi dengan adanya penerapan tarif dagang baru yang sangat besar, seolah-olah meniadakan semua perundingan dagang yang telah dilakukan selama ini," ujarnya.
Menurutnya, sangat penting jika pemerintah segera menurunkan BK dan PE hingga nol persen demi bisa menjaga kondusifitas harga panen para petani sawit.
Di sisi lain, Pemerintah juga perlu mengawasi perdagangan berbagai sektor barang dan jasa lainnya, sebagai pendukung perkebunan kelapa sawit, seperti pupuk dan sarana prasarana tidak naik harga jualnya.
Kondisi ini sangat penting bagi petani kelapa sawit, supaya kinerja perkebunan kelapa sawit bisa terus meningkatkan produktivitasnya sehingga dapat membantu negara menghasilkan devisa dari penjualan CPO dan produk turunannya.
"Petani kelapa sawit dapat berdiri diatas kakinya sendiri dan bekerja keras membantu pemerintah menyuplai kebutuhan pangan dan energi dalam negeri," beber Sabarudin.
Selain itu, SPKS juga mendorong suplai bahan baku pabrik biodiesel berasal dari petani kelapa sawit. Lantaran penerapan mandatori biodiesel hingga B40 di Tahun 2025 ini, masih menjadi ganjalan bagi petani kelapa sawit.
SPKS juga menyoal keberadaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang mengelola dana hingga puluhan triliun rupiah, penggunaannya sebesar 90 persen lebih, hanya dinikmati pengusaha biodiesel semata.
Di sisi lain, berbagai kesulitan masih mengadang para petani kelapa sawit, guna menggunakan dana sawit yang dikelola BPDPKS.
"Kami mengusulkan dana sawit yang dikelola BPDPKS dapat digunakan langsung bagi kebutuhan sarana dan prasarana petani kelapa sawit,” ujarnya.
"Subsidi biodiesel bisa langsung diberikan melalui insentif harga jual TBS petani yang digunakan untuk menyuplai kebutuhan Biodiesel nasional," tambahnya.
SPKS memperkirakan adanya keputusan tarif dagang Presiden Donald Trump juga akan mendistorsi permintaan CPO dan produk turunan sehingga akan menurunkan harga jual TBS hasil panen petani. Dia pun memprediksi adanya penurunan harga juga sebesar 2 sampai 3 persen terkait kenaikan tarif Trump tersebut.
Menurutnya, pemerintah mesti berpihak kepada para petani demi menerapkan mandatori Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai landasan pengembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia.
“SPKS berharap kepada Pemerintahan Presiden Prabowo supaya mendukung keberadaan petani sawit, supaya memiliki kekuatan baru dalam penetrasi pasar baru di pasar global," ujarnya.