Bius Wanita Lalu Diperkosa, Kiai Maman Murka ke Priguna: Jangan sampai Dokter Mesum Tetap Praktik!

Kamis, 10 April 2025 | 12:51 WIB
Bius Wanita Lalu Diperkosa, Kiai Maman Murka ke Priguna: Jangan sampai Dokter Mesum Tetap Praktik!
Dokter PPDS tersangka pemerkosaan berinisial Priguna Anugerah Pratama (PAP) saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Bandung, Rabu (9/4/2025). (ANTARA/Rubby Jovan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq ikut geram dengan aksi cabul Priguna Anugerah Pratama, dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universtias Padjadjaran. Pasalnya, dokter PPDS itu diduga telah memerkosa seorang wanita yang merupakan keluarga pasien. 

Sebelum melancarkan aksi bejatnya, Priguna diduga membius korban terlebih dahulu hingga tak sadarkan diri.

Perihal aksi cabul pelaku, legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mendesak agar gelar dan izin praktik Priguna sebagai dokter anestesi segera dicabut. 

“Ini tindakan kriminal luar biasa yang dilakukan seorang dokter kepada penunggu pasien dan dua pasien di rumah sakit. Statusnya sebagai mahasiswa PPDS telah berakhir dan saya minta agar gelar dokternya juga dicabut serta larang praktik sebagai dokter. Jangan sampai dokter mesum kriminal seperti itu tetap berpraktik. Tindakan ini merusak profesi dokter. Karier dokternya harus selesai, cukup sampai di sini," kata Maman kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).

Perilaku pelaku perkosaan menurut Maman, tidak bisa ditoleransi dalam bentuk apa pun. Apalagi tindakan biadab tersebut dilakukan dokter kepada keluarga pasien. 

Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq. (Dok. DPR)
Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq. (Dok. DPR)

“Bayangkan saja, masyarakat ke rumah sakit untuk pengobatan atau menemani keluarga yang sakit, tapi malah mendapat tindakan perkosaan. Dimana akal sehat yang membenarkan tindakan tersebut? Ini tindak pidana yang harus mendapat hukuman. Status keanggotaannya sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga harus dicabut,” tegasnya. 

Pria yang akrab disapa, Kiai Maman mengatakan, pelaku telah mempelajari psikologi perempuan yang menjadi pasien ataupun penunggu pasien di rumah sakit tersebut. 

Mereka umumnya berada dalam posisi lemah tak berdaya dan secara psikologis tidak fokus karena ada anggota keluarga yang sakit ataupun posisi korban sebagai pasien. Ketidakberdayaan inilah yang menjadi celah untuk pelaku melancarkan aksinya. 

Tak hanya kondisi korban yang telah diamati oleh korban. Kiai Maman mengatakan pelaku juga telah mempelajari kondisi rumah sakit sehingga tahu kapan waktu yang menurutnya tepat untuk melakukan perkosaan kepada korban. 

Baca Juga: Perkosa Wanita usai Dibius, Kegiatan PPDS Anestesi di RSHS Disetop Imbas Kasus Cabul Dokter Priguna

“Pemeriksaan secara menyeluruh harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mengetahui apakah ada pihak yang terlibat dan sebagai upaya memperketat agar tak ada celah bagi tindakan kejahatan seksual kepada siapa pun di rumah sakit. Rumah sakit harus memperketat pengawasan agar kasus seperti ini tidak terulang lagi,” ujarnya.

Resmi Tersangka

Buntut dari aksi pemerkosaan terhadap keluarga pasien, Priguna kini meringkuk di penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Barat. Tersangka Priguna diduga menyuntikkan cairan bius ke tubuh korban melalui infus hingga korban tak sadarkan diri sebelum melakukan aksi bejatnya kepada wanita  dari keluarga pasien. 

Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Hendra Rochmawan menjelaskan, peristiwa pemerkosaan di RSHS Bandung itu terjadi pada 18 Maret 2025 di ruang nomor 711 Gedung MCHC RSHS sekitar pukul 01.00 WIB.

Saat itu, pelaku meminta korban berganti pakaian dengan baju operasi dan melepaskan seluruh pakaian sebelum akhirnya disuntik sebanyak 15 kali di bagian tangan.

Korban yang sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis di rumah sakit, diminta oleh tersangka untuk melakukan transfusi darah seorang diri tanpa ditemani pihak keluarga.

Ilustrasi pelaku pemerkosaan (Pixabay)
Ilustrasi pelaku pemerkosaan (Pixabay)

"Usai sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban merasa nyeri saat buang air kecil, hingga akhirnya melaporkan dugaan pemerkosaan oleh dokter tersebut ke pihak kepolisian," katanya, dikutip dari Antara, Rabu (9/4/2025).

Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar telah memeriksa 11 saksi, termasuk keluarga korban, tenaga medis, serta pegawai rumah sakit lainnya.

Penyidik juga menemukan barang bukti berupa alat kontrasepsi dan sisa sperma di tubuh korban. Sampel tersebut akan diuji melalui tes DNA untuk memastikan kecocokannya dengan DNA pelaku pemerkosaan di rumah sakit.

Direktur Reskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, menambahkan, ada indikasi kuat bahwa pelaku memiliki kelainan perilaku seksual. Pemeriksaan psikologi forensik akan dilakukan guna memperkuat temuan tersebut secara ilmiah.

"Pelaku sempat mencoba bunuh diri saat akan ditangkap pada 23 Maret 2025 di sebuah apartemen di Bandung. Ia kini telah resmi ditahan," jelas Surawan.

Dalam kasus ini, Priguna Anugerah Pratama dijerat Pasal 6 huruf c UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Unpad DO Dokter Cabul

Universitas Padjadjaran (Unpad) resmi memberhentikan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari Fakultas Kedokteran yang bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Pemecatan itu setelah dokter Priguna Anugerah Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan.

Rektor Unpad, Prof Arief S. Kartasasmita, menyatakan bahwa keputusan pemutusan studi ini merupakan bentuk ketegasan kampus terhadap dugaan pelanggaran hukum dan norma oleh peserta PPDS.

Ia menegaskan bahwa Unpad tidak mentolerir segala bentuk pelanggaran, baik hukum maupun etika, dalam lingkungan pendidikan.

“Unpad sangat prihatin terhadap kasus ini. Sebagai institusi pendidikan, kami harus menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan moral. Karena itu, kami memberikan sanksi akademik berupa pemutusan studi kepada yang bersangkutan,” kata Prof Arief, dikutip dari Antara.

Meski proses hukum masih berjalan dan belum ada vonis dari pengadilan, Arief menegaskan bahwa Unpad memiliki cukup dasar untuk menjatuhkan sanksi.

Ia merujuk pada peraturan internal universitas yang memungkinkan pemberian sanksi kepada mahasiswa, dosen, atau tenaga kependidikan yang terlibat dalam tindakan pidana.

“Yang bersangkutan sudah tidak lagi berstatus sebagai mahasiswa Unpad. Ia juga tidak diperbolehkan melakukan kegiatan akademik di lingkungan kampus maupun di RSHS,” tegasnya.

Unpad juga menyatakan komitmennya dalam memberikan pendampingan terhadap korban. Selain itu, pihak kampus telah berkoordinasi dengan pihak RSHS dan kepolisian agar proses hukum terhadap dokter PPDS yang diduga melakukan pemerkosaan ini berjalan adil dan transparan.

“Kami turut menyesalkan kejadian ini dan menyampaikan empati kepada korban dan keluarganya. Kami berharap peristiwa seperti ini tidak terulang lagi,” ucap Prof Arief.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI