Suara.com - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyebut hampir setiap hari menerima laporan dari warga terkait kemunculan buaya.
“Laporan kemunculan buaya dalam satu minggu terakhir hampir setiap hari kami terima. Utamanya, satwa itu muncul untuk mencari makan,” kata Komandan BKSDA Resor Sampit Muriansyah di Sampit, Rabu 9 April 2025.
Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan perilaku pada satwa tersebut. Jika dulu buaya sering muncul pada periode tertentu.
Seperti pergantian musim yang identik dengan masa kawin dan bertelur buaya, tetapi sekarang tidak lagi demikian.
Muriansyah menjelaskan, kondisi tersebut berkaitan dengan kerusakan habitat yang berdampak pada berkurangnya pakan alami buaya, seperti ikan, babi, monyet, lutung, bekantan, rusa dan lainnya.
Pakan alami yang sulit didapat mendorong buaya dengan insting mencari makan atau mangsa berpindah ke daerah baru.
Termasuk perairan di kawasan permukiman, sehingga tak heran kemunculan buaya yang terlihat oleh manusia pun menjadi lebih sering.
Apalagi, ada beberapa perilaku manusia yang dapat mengundang kedatangan buaya dan hal itu masih sering dilakukan.
Seperti memelihara ternak di sekitar sungai, membuang bangkai ke sungai, dan membuang sampah rumah tangga ke sungai yang mengundang satwa seperti biawak dan kera yang menjadi pakan alami buaya.
Baca Juga: Sungai Tungkal Meluap Deras, Begini Nasib Pemudik Sumatra di Kemacetan
“Musim kawin itu memang salah satu faktor, tapi faktor utama kemunculan buaya di perairan di permukiman itu adalah mencari makan. Makanya, dalam banyak kesempatan kami mengimbau masyarakat untuk menghindari tindakan yang bisa mengundang kedatangan buaya,” jelasnya.
Ia melanjutkan, dalam sepekan terakhir pihaknya menerima sejumlah laporan kemunculan buaya di perairan Sungai Mentaya Kecamatan Teluk Sampit, Pulau Hanaut, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Seranau, Kota Besi, dan Cempaga.
Sementara itu, berdasarkan data pihaknya sejak 2010 hingga April 2025 tercatat ada 52 kasus konflik antara buaya dan manusia yang terjadi di Kotim.
Sembilan korban di antaranya meninggal dunia, sedangkan yang lainnya mengalami luka ringan hingga berat.
Ia menyadari masih banyak masyarakat di Kotim yang bergantung pada sungai untuk aktivitas sehari-hari, seperti mencuci, mandi, kakus hingga mencari ikan.
Untuk itu, tidak mungkin sepenuhnya melarang masyarakat untuk turun ke sungai.
Namun, dengan meningkatnya kemunculan buaya di perairan sekitar permukiman, ia mengimbau masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di sungai, terutama pada malam hari atau kondisi gelap.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menggiatkan imbauan.
Agar masyarakat khususnya yang bermukim di bantaran sungai semakin meningkatkan kewaspadaan guna mengantisipasi serangan buaya.
“Kami atas nama pemerintah daerah mengimbau masyarakat yang masih tinggal di bantaran sungai lebih waspada. Apalagi informasinya sekarang sedang musim kawin buaya, kalau bisa jangan turun ke sungai dulu,” kata Wakil Bupati Kotim, Irawati di Sampit.
Imbauan ini pihaknya sampaikan terlebih pasca kasus serangan buaya yang menelan korban jiwa di wilayah Kecamatan Pulau Hanaut baru-baru ini.
Tepatnya, Jumat (4/4), seorang pria bernama Kurnasi menjadi korban serangan buaya saat mandi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Mentaya.
Jasadnya baru ditemukan pada Sabtu (5/4) siang oleh tim SAR gabungan setelah pencarian yang cukup panjang.
Irawati pun berharap kejadian ini bisa menjadi pengingat bagi masyarakat agar lebih waspada ketika beraktivitas di DAS Mentaya maupun sungai lainnya.
Apalagi, keterangan warga Pulau Hanaut memang sering terlihat kemunculan buaya di wilayah itu.
Di samping itu, informasi BKSDA setempat pada pergantian musim seperti sekarang identik dengan masa kawin dan bertelur buaya, pada periode tersebut buaya cenderung lebih ganas.
“Makanya kemarin, saya minta warga tidak turun ke sungai dulu. Untuk mandi atau mencuci sebaiknya menggunakan timba dulu dan kalaupun harus turun ke sungai agar hati-hati, lihat kondisi sekitar terlebih dahulu,” tuturnya.
Dia menyampaikan, buaya sama dengan binatang buas pada umumnya yang mengandalkan insting untuk memburu mangsa.
Tanpa membedakan targetnya merupakan manusia maupun hewan, selama dianggap menjadi mangsa maka akan tetap diserang.
“Karena namanya itu binatang, apalagi tergolong binatang buas maka harus hati-hati,” kata Irawati.