Suara.com - Uni Eropa atau EU tengah menyusun langkah strategis untuk memperkuat hubungan dagang dengan sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, sebagai respons atas pemberlakuan tarif impor oleh Amerika Serikat.
Komisaris EU untuk Keamanan Perdagangan dan Ekonomi, Maros Sefcovic, menyampaikan bahwa penguatan kerja sama ekonomi dengan mitra non-tradisional ini merupakan bagian dari upaya diversifikasi dan stabilisasi rantai pasok Uni Eropa di tengah dinamika global yang semakin tidak menentu.
Dalam konferensi pers usai rapat darurat Dewan Perdagangan Luar Negeri EU pada Senin (7/4), Sefcovic menegaskan bahwa Uni Eropa tidak hanya akan menempuh jalur diplomasi dan negosiasi dengan Washington, tetapi juga aktif menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan negara-negara berkembang di Asia.
Indonesia menjadi salah satu negara prioritas mengingat posisinya sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan mitra strategis dalam rantai pasok global, terutama di sektor energi, pertanian, dan manufaktur.
Selain Indonesia, EU juga akan memperkuat kemitraan dagang dengan India, Thailand, Filipina, serta negara-negara Teluk, yang selama ini memainkan peran penting dalam pasokan energi dan komoditas utama.
Langkah ini menandakan perubahan arah kebijakan dagang Uni Eropa yang lebih terbuka dan tanggap terhadap realitas geopolitik dan ekonomi saat ini, di mana blok perdagangan besar seperti AS, China, dan Uni Eropa saling berlomba untuk memperluas pengaruhnya lewat diplomasi ekonomi.
Para negosiator EU juga akan dimintai masukan untuk mempercepat pembahasan soal perdagangan bebas dengan negara-negara tersebut, kata dia.
Menurut Sefcovic, tarif impor AS saat ini berdampak pada produk ekspor EU senilai 380 miliar euro (sekitar Rp6.584 triliun), atau sekitar 70 persen dari total nilai ekspor, dengan besaran tarif 20–25 persen.
“Situasi perdagangan dengan AS, mitra terpenting kami, saat ini berada pada i titik kritis,” kata Sefcovic.
Baca Juga: Puluhan Visa Mahasiswa Dicabut AS di Tengah Gelombang Aksi Bela Palestina
Dia menambahkan bahwa EU berupaya memulai pembicaraan secara terbuka dan jujur dengan pemerintah AS.
Dia menegaskan bahwa EU dan AS menghadapi tantangan yang sama dalam persaingan di bidang semikonduktor dan akses ke bahan-bahan tambang penting, sehingga kerja sama keduanya “akan menciptakan pasar Trans-Atlantik yang bermanfaat bagi kedua pihak."
EU telah mengajukan tawaran yang signifikan untuk menghapus tarif atas mobil dan semua produk industri, kata Sefcovic.
Namun, meski bersedia melakukan negosiasi, EU tidak akan menunggu "selamanya," kata dia.
“EU tetap terbuka dan lebih memilih negosiasi, tetapi kami tak akan menunggu selamanya tanpa adanya kemajuan yang berarti,” katanya, menambahkan.
Sampai kemajuan itu terlihat, EU akan menjalankan tiga strategi, yang salah satunya adalah memperkuat perdagangan dengan kawasan lain, termasuk Indonesia.
Strategi lainnya adalah mempertahankan kepentingan EU dengan tindakan balasan. Sefcovic memastikan Komisi Eropa telah mengkaji masukan soal tarif balasan dari negara-negara anggota dan lebih dari 660 pemangku kepentingan lainnya.
Daftar tarif balasan itu akan disampaikan ke negara-negara anggota EU untuk diputuskan pada 9 April, Jika disahkan, tarif-tarif balasan itu akan diberlakukan dalam dua tahap pada 15 April dan 15 Mei.
EU juga akan mencegah pengalihan dagang yang merugikan dan siap memanfaatkan semua cara yang tersedia untuk melindungi pasar tunggal EU, produsen, dan konsumen di kawasan, kata Sefcovic.
Hal itu akan dilakukan melalui penguatan sistem pengawasan impor untuk melindungi sistem pasar tunggal dan respons cepat atas perubahan dalam arus perdagangan global.
Sefcovic juga menegaskan bahwa EU tetap berkomitmen pada sistem perdagangan dunia meski AS menarik diri dari sebagian mekanismenya.
“EU menyumbang 13 persen dari perdagangan dunia. Prioritas kami, dan juga seluruh bagian WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), adalah melindungi 87 persen lainnya dan memastikan sistem niaga dunia tetap berlaku bagi kita semua,” katanya.

Perdagangan EU-China
Melansir ANTARA, Sefcovic juga membahas hasil kunjungannya baru-baru ini ke Beijing, China, yang difokuskan pada upaya menyeimbangkan kerja sama perdagangan dan investasi dengan negara itu.
Sejumlah isu yang dibahas selama kunjungannya mencakup kelebihan kapasitas produksi, subsidi yang tidak adil, dan halangan akses pasar yang dialami produk Eropa.
EU juga menyampaikan kekhawatiran terhadap investasi China di sektor kendaraan listrik (EV) Eropa dan membahas cara memperkuat inovasi lokal.
Sefcovic menyatakan bahwa negosiasi tentang bea cukai menjadi langkah kunci dalam penguatan kerja sama mengingat 91 persen produk yang dipasarkan secara daring di kawasan Uni Eropa berasal dari China.
“Saya percaya hal itu menjadi langkah penting pertama untuk memastikan hubungan kita dengan China berada di jalur yang tepat,” katanya.