Menurut laporan terbaru dari Institut Watson untuk Urusan Internasional dan Publik, konflik ini telah menewaskan 232 jurnalis hingga awal April 2025 — menjadikannya perang paling mematikan bagi pekerja media yang pernah tercatat.
Laporan yang dirilis pada 1 April itu menyebut, jumlah jurnalis yang tewas di Gaza melebihi total korban dari gabungan dua Perang Dunia, Perang Vietnam, Perang Saudara Amerika, konflik di Yugoslavia, dan perang Amerika Serikat di Afghanistan.
Dengan rata-rata 13 jurnalis tewas setiap minggu, agresi militer Israel disebut telah menciptakan apa yang digambarkan lembaga tersebut sebagai "kuburan berita".
Institut Watson memperingatkan bahwa pembunuhan terhadap wartawan tidak hanya mengancam nyawa para peliput, tetapi juga merusak ekosistem informasi global.
“Reporter lokal tidak hanya menghadapi risiko besar, berdiri sendiri menghadapi kekerasan luar biasa; hal ini juga merusak liputan berita dan, sebagai hasilnya, ekosistem informasi di seluruh dunia,” tulis lembaga pemikir berbasis di Amerika Serikat itu.
Sejak laporan itu diterbitkan, korban jiwa di kalangan jurnalis terus bertambah. Pada Minggu dan Senin lalu, dua wartawan Palestina kembali tewas.
Islam Maqdad, seorang jurnalis perempuan yang meninggal bersama suami dan anaknya, serta Yousef al-Faqawi, reporter dari stasiun TV Palestine Today, yang terbunuh akibat serangan terhadap tenda media di luar Rumah Sakit Nasser di Khan Younis.
Serangan tersebut juga menyebabkan sembilan orang luka-luka, termasuk enam jurnalis. Dalam serangan yang sama, rekaman mengerikan menunjukkan reporter Palestine Today lainnya, Ahmed Mansour, terbakar hidup-hidup.
“Rekan saya Ahmed Mansour terbakar oleh rudal Israel dan masih dalam perawatan intensif, menderita luka bakar serius akibat penargetan tenda tempat dia duduk di kamp jurnalis di Rumah Sakit Nasser,” kata jurnalis Palestina Wael Abo Omar melalui platform X (dulu Twitter).
Baca Juga: 2 Karyawan Microsoft Dipecat karena Protes Kerja Sama AI dengan Militer Israel
Sementara itu, militer Israel mengklaim bahwa mereka menargetkan militan Hamas dan tidak berniat mencederai warga sipil, namun tuduhan ini dibantah oleh staf rumah sakit yang menegaskan bahwa fasilitas medis digunakan murni untuk pelayanan kesehatan.