Presiden Prabowo Diminta Jangan Gegabah, Indonesia Punya Kartu 'Truf' Hadapi Tarif Trump, Apa Itu?

Selasa, 08 April 2025 | 13:25 WIB
Presiden Prabowo Diminta Jangan Gegabah, Indonesia Punya Kartu 'Truf' Hadapi Tarif Trump, Apa Itu?
Presiden Prabowo Subianto.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengingatkan Presiden Prabowo Subianto untuk tidak bersikap reaktif dan meniru langkah negara lain dalam menghadapi kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat atau AS.

Sebab, strategi yang digunakan negara-negara lain dalam menghadapi tekanan tarif baru tersebut belum tentu ideal bagi Indonesia.

Nur mengatakan bahwa tekanan tarif resiprokal secara umum memaksa negara-negara terdampak bergerak cepat dengan strategi yang berbeda-beda.

Misalnya, Taiwan yang secara mengejutkan memilih jalur non-retaliasi. Pada Minggu (6/4/2025) melalui Presiden Lai Ching-te, Taiwan secara terbuka menawarkan negosiasi yang dimulai dari tarif 0 persen dengan AS.

Mereka juga mengusulkan pendekatan negosiasi serupa perjanjian ASMCA (antara AS, Meksiko, Kanada) dan berjanji akan memperluas pembelian produk-produk AS untuk secara proaktif mengurangi defisit perdagangan bilateral yang kerap disorot oleh Washington.

"Langkah Taiwan ini, meskipun tampak sangat akomodatif dan penuh konsesi, menunjukkan dua hal penting bagi Indonesia," katanya kepada Suara.com, Selasa (8/4/2025).

Pertama, langkah yang diambil Taiwan itu menunjukan betapa seriusnya dampak kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Sehingga mereka mencari solusi cepat sekalipun harus mengorbankan banyak hal.

Kedua, hal ini menjadi pengingat nyata bahwa para pesaing ekonomi Indonesia tidak tinggal diam. Di mana mereka berani mengambil langkah drastis untuk mengamankan akses pasar.

"Namun, strategi yang dipilih Taiwan belum tentu merupakan model yang ideal atau bahkan cocok untuk Indonesia," jelas Nur.

Baca Juga: Saran Rocky Buat Prabowo 'Lawan' Tarif Trump: Kuatkan Diplomasi, Jadikan Dino Patti Djalal Dubes

Dengan struktur ekonomi yang berbeda, serta kepemilikan aset strategis unik seperti cadangan nikel terbesar dunia dan posisi geopolitik sentral di ASEAN, Indonesia menurut Nur sebenarnya memiliki kartu truf yang tidak dimiliki Taiwan.

Meniru langkah Taiwan dengan serta-merta menawarkan konsesi besar di awal justru dinilainya dapat melemahkan posisi tawar Indonesia yang sesungguhnya lebih kuat di area-area tertentu.

"Oleh karena itu, respons Indonesia haruslah terkalkulasi, tidak sekadar reaktif meniru langkah negara lain. Fokus utama harus tetap pada bagaimana mengonversi keunggulan unik tersebut menjadi daya tawar konkret dalam sebuah kerangka negosiasi 'beri dan ambil' (give and take) yang dirancang secara cerdas dan spesifik," ungkapnya.

Merancang Paket 'Win-win'

Nur menyebut kunci keberhasilan negosiasi dengan pemerintahan yang pragmatis seperti yang dipimpin Trump adalah kemampuan merancang paket kesepakatan yang jelas-jelas menguntungkan kedua belah pihak secara konkret.

Diplomasi konvensional dan retorika persahabatan, kata dia, perlu dilengkapi dengan proposal 'beri dan ambil' atau give and take yang spesifik dan terukur.

Sebagai contoh, Indonesia menurut Nur bisa secara proaktif menawarkan paket investasi terintegrasi di sektor baterai kendaraan listrik.

Seperti memberikan kemudahan bagi perusahaan AS untuk berinvestasi di smelter nikel atau pabrik baterai, dengan jaminan pasokan bahan baku dan insentif fiskal.

Donald Trump (x.com)
Donald Trump (x.com)

"Sebagai imbalannya, Indonesia meminta agar produk turunan nikel tersebut dan mungkin beberapa produk ekspor andalan lainnya (misalnya tekstil berkualitas tinggi atau furnitur dengan desain unik) mendapatkan tarif preferensial atau dibebaskan dari tarif tambahan," tuturnya.

Contoh lain, Indonesia bisa juga memberikan fasilitasi impor produk pertanian atau teknologi kesehatan AS yang dibutuhkan pasar Indonesia.

Dengan adanya tawaran itu, tentunya dapat ditukar dengan perlakuan serupa untuk produk perikanan atau kerajinan Indonesia di pasar AS.

"Penting juga untuk mempercepat upaya diversifikasi pasar ekspor, seperti melalui penyelesaian perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) dengan Uni Eropa atau pasar potensial lainnya," katanya.

Semakin kecil ketergantungan Indonesia pada pasar AS, kata Nur, maka semakin kuat posisi tawarnya dalam negosiasi bilateral. Reformasi regulasi yang ditargetkan untuk mempermudah masuknya barang-barang strategis AS juga bisa menjadi gestur baik yang membangun kepercayaan.

Momentum

Selain disarankan tidak menggunakan startegi yang sama seperti negara lain, Nur juga mengingatkan Prabowo tidak perlu bersikap pasif atau pesimistis. Sebab Indonesia memiliki aset strategis yang signifikan –sumber daya mineral kritis, pasar domestik yang besar, dan posisi geopolitik penting– yang dapat dikonversi menjadi daya tawar yang kuat.

Namun menurut Nur potensi ini hanya akan terwujud jika diiringi dengan langkah-langkah konkret: mengatasi kelemahan struktural internal, terutama terkait iklim investasi dan regulasi, serta merancang proposal negosiasi yang inovatif, transaksional, dan fokus pada penciptaan win-win solution.

"Jalan ke depan membutuhkan kecerdikan diplomatik, koordinasi antar-kementerian yang solid, dan kemauan politik untuk melakukan reformasi yang diperlukan," ujarnya.

Dengan strategi yang tepat, Nur meyakini ancaman tarif justru bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk menegaskan posisinya sebagai mitra strategis yang setara dan tak terhindarkan bagi Amerika Serikat.

Sekaligus membuka jalan bagi hubungan ekonomi yang lebih kuat dan saling menguntungkan di masa depan.

"Indonesia memiliki kartu yang bagus, kini saatnya memainkannya dengan cerdas," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI