Suara.com - Akademisi hukum pemilu di Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menanggapi kericuhan yang masih terjadi berkaitan dengan Pilkada Kabupaten Puncak Jaya, Papua Tengah hingga menyebabkan belasan korban meninggal dunia.
Dia menilai pilkada seharusnya jauh dari praktik kekerasan sehingga peristiwa ini harus menjadi perhatian dan tindak lanjut serius.
Sebab, Titi menyebut konflik antar pendukung pasangan calon bupati dan calon wakil bupati Kabupaten Puncak Jaya ini sudah berlarut-larut sejak hari pemungutan suara pada 27 November 2024 lalu.
“Kondisi yang terus berlarut-larut selain mengganggu jalannya pemerintahan daerah juga sangat merugikan masyarakat,” kata Titi kepada Suara.com, Senin (7/4/2025).
Menurut Titi, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemerintah daerah dan pusat, serta aparat pengamanan harus mengambil langkah konkrit.
Bahkan, lanjut Titi, partai politik juga perlu mengambil peran agar bentrokan ini tidak lagi mengakibatkan korban luka-luka dan meninggal dunia.
![Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini. [Suara.com/Dea]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/05/08/16704-anggota-dewan-pembina-perludem-titi-anggraini.jpg)
“Partai politik dan para elitenya juga harus ikut bertanggung jawab dalam menghentikan kekerasan yang terjadi. Bagaimanapun, bentrokan berujung korban jiwa tersebut dilatarbelakangi persaingan politik dan kepentingan dukung mendukung calon,” tutur Titi.
“Semestinya, para pasangan calon segera menyerukan pendukung dan jajarannya untuk tidak melakukan tindakan kekerasan apalagi yang mengarah pada tindakan kriminal,” tambah dia.
Titi juga mengatakan pasangan calon seharusnya fokus pada langkah hukum yang sah untuk menyelesaikan perselisihan pilkada melalui skema penegakan hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: Buntut Bentrokan Maut di Puncak Jaya, Gubernur Papua Tengah: Tak Boleh Ada Gerakan Tambahan!
Belasan Orang Tewas
Diketahui, bentrokan akibat pertikaian antara massa pendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1, Yuni Wonda-Mus Kogoya, dan paslon nomor urut 2, Miren Kogoya-Mendi Wonerengga sudah menimbulkan 12 orang meninggal dunia.
Kericuhan ini terjadi sejak hari pemungutan suara pada 27 November 2024 dingga 4 April 2025.
“Dari pendataan, delapan orang meninggal dunia berasal dari paslon nomor urut 1 dan sisanya berasal dari paslon nomor urut 2," kata Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz, Brigadir Jenderal Polisi Faizal dalam keterangannya, Minggu (6/4/2025).
Akibat kejadian itu, ratusan orang mengalami luka akibat senjata panah. Ada 658 orang terluka yang terdiri dari 423 orang merupakan pendukung paslon 1 dan 230 orang lainnya pendukung paslon 2.

Sejak eskalasi konflik terjadi, tercatat 201 bangunan rusak akibat terbakar, 196 di antaranya merupakan rumah warga, satu bangunan SD Pruleme Belakang Toba Jaya, satu Kantor Balai Kampung Trikora, satu Kantor Distrik Irimuli, satu kantor Partai Gelora, dan satu kantor Balai Desa Pagaleme.
Sebelumnya Polres Puncak Jaya menyatakan bahwa bentrokan yang kembali terjadi antara dua kelompok pendukung pasangan calon bupati dan wakil bupati di daerah itu, Rabu (2/4), telah menyebabkan 59 orang terluka akibat terkena panah
Kapolres Puncak Jaya AKBP Kuswara menyamapiakan bentrokan tersebut menyebabkan delapan rumah dan honai (rumah adat tradisional suku Dani) ludes terbakar.
"Bentrokan yang kembali terjadi sejak Rabu itu telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan harta di Kabupaten Puncak Jaya," kata AKBP Kuswara di Mulia, Jumat.
Selain itu, Satgas Operasi Damai Cartenz mencatat bahwa konflik pendukung pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Puncak Jaya sudah menyebabkan 12 orang warga tewas, 658 orang terluka, serta 201 bangunan rumah dibakar massa. Peristiwa ini terjadi sejak 27 November 2024 hingga 4 April 2025.