suara hijau

Bali Larang Air Kemasan Plastik! Langkah Radikal Selamatkan Pulau Dewata dari Tsunami Sampah

Muhammad Yunus Suara.Com
Senin, 07 April 2025 | 14:02 WIB
Bali Larang Air Kemasan Plastik! Langkah Radikal Selamatkan Pulau Dewata dari Tsunami Sampah
Gubernur Bali Wayan Koster sanksi pelaku usaha jika tak lakukan pengelolaan sampah, Denpasar, Minggu (6/4/2025) [Suara.com/ANTARA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pulau Bali bukan hanya destinasi wisata, tetapi juga simbol harmoni antara manusia dan alam.

Namun, keindahan alam yang diwariskan turun-temurun itu kini dihadapkan pada ancaman serius. Sampah plastik sekali pakai yang kian menumpuk dan mencemari lautan, pesisir, hingga tempat suci.

Menjawab tantangan ini, Pemerintah Provinsi Bali meluncurkan langkah tegas dan progresif melalui Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2025.

Kebijakan tersebut menegaskan bahwa produksi dan distribusi air minum kemasan plastik di bawah 1 liter kini dilarang di seluruh wilayah Bali.

Gubernur Bali, Wayan Koster, dengan lantang menyampaikan bahwa langkah ini bukan untuk mematikan usaha, melainkan menyelamatkan lingkungan hidup.

“Silakan berproduksi, tapi jangan merusak lingkungan. Bisa kok pakai botol kaca, seperti yang sudah dilakukan di Karangasem,” ujarnya dalam keterangan pers di Denpasar, Minggu 6 April 2025.

Beralih ke Inovasi Ramah Lingkungan

Langkah ini diambil sebagai bagian dari Gerakan Bali Bersih Sampah yang menekankan pentingnya pengelolaan sampah dari sumbernya.

Pemerintah Bali mendorong para produsen, baik skala besar maupun UMKM lokal, untuk menghadirkan inovasi kemasan yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: Ubah Limbah Jadi Berkah, Inovasi Pengelolaan Sampah Ini Sukses Go International

Botol kaca, sistem isi ulang (refill), dan penggunaan bahan daur ulang kini menjadi jalan keluar.

Lebih dari sekadar kebijakan administratif, Gubernur Koster juga mengajak seluruh pelaku industri air minum, termasuk perusahaan raksasa seperti Danone, serta PDAM dan produsen lokal, untuk duduk bersama dan menyamakan langkah.

Tujuannya satu. Menghentikan produksi kemasan plastik kecil yang menjadi penyumbang sampah terbesar.

Tidak Sekadar Produsen, Distributor Juga Diminta Bertanggung Jawab

Selain produsen, para distributor juga berada di bawah pengawasan. Mereka dilarang mengedarkan produk air minum dalam kemasan plastik kecil yang melanggar edaran ini.

Gubernur menugaskan Satpol PP, perangkat daerah, dan komunitas lingkungan untuk melakukan pengawasan ketat di lapangan.

Tidak hanya berhenti di air minum, seluruh pelaku usaha di sektor pariwisata juga diwajibkan melakukan pengelolaan sampah berbasis sumber.

Hotel, restoran, kafe, dan pusat perbelanjaan yang masih menggunakan plastik sekali pakai seperti kresek, sedotan, dan styrofoam akan dikenai sanksi.

Sanksi Tegas dan Transparan

Pelaku usaha yang tidak mengindahkan aturan ini akan menerima sanksi tegas. Berupa pencabutan atau peninjauan izin usaha.

Bahkan, nama usaha tersebut akan dipublikasikan secara terbuka di media sosial milik Pemprov Bali. Sebagai bentuk edukasi dan transparansi kepada publik.

Ini bukan sekadar ancaman, melainkan upaya serius untuk menciptakan budaya baru di Bali. Budaya bersih, hijau, dan bertanggung jawab terhadap sampah.

“Kalau tidak ingin izin usaha dicabut, maka pelaku usaha wajib membentuk unit pengelola sampah di tempat usahanya,” tegas Koster.

Solusi Nyata untuk Pengolahan Sampah

Pemprov Bali juga menawarkan solusi yang konkret. Usaha diminta melakukan pemilahan sampah sejak dari sumbernya.

Sampah organik, anorganik, dan residu—serta menyediakan tempat penyimpanan terpisah.

Sampah organik bisa diolah menjadi kompos, digunakan untuk pakan ternak, atau diproses dengan metode maggot.

Sementara untuk sampah anorganik, pemerintah mendorong kerja sama dengan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle).

Agar sampah tersebut tidak berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Insentif: Dari Sanksi Menuju Penghargaan

Kebijakan ini tak melulu soal larangan dan sanksi. Pemprov Bali juga akan memberikan penghargaan kepada pelaku usaha yang patuh dan pro-lingkungan.

Label “Green Hotel”, “Green Mall”, atau “Green Restaurant” akan diberikan kepada bisnis yang serius mengelola sampah dan tidak menggunakan plastik sekali pakai.

Ini menjadi nilai tambah bagi usaha di mata wisatawan yang kini semakin peduli pada isu keberlanjutan.

Target Implementasi 1 Januari 2026

Seluruh ketentuan ini ditargetkan untuk dilaksanakan paling lambat 1 Januari 2026.

Pelaku usaha wajib melaporkan rencana dan implementasinya kepada Dinas Lingkungan Hidup, sebagai bentuk komitmen bersama menjaga alam Bali.

Bali adalah rumah bagi kita semua, bukan hanya bagi manusia, tapi juga flora dan fauna yang selama ini memberi kehidupan. Kebijakan ini adalah awal dari perubahan besar.

Namun, perubahan tidak akan berarti jika hanya dilakukan pemerintah. Kita semua—produsen, pelaku usaha, dan masyarakat—harus bergerak bersama.

Karena menjaga lingkungan bukan pilihan, tapi kewajiban. Karena mencintai Bali bukan hanya datang berlibur, tapi turut menjaga kelestariannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI