Suara.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengupayakan diplomatik dengan menggelar pembicaraan bersama perwakilan dari Vietnam, India, dan Israel terkait kebijakan tarif baru yang diberlakukan terhadap barang-barang impor.
Langkah ini diambil sebagai respons atas kekhawatiran dari negara-negara mitra dagang yang terdampak langsung oleh keputusan sepihak AS tersebut.
Menurut laporan CNN-melansir ANTARA, Trump berusaha menjalin komunikasi langsung dengan para delegasi dari ketiga negara tersebut dalam rangka merumuskan kesepakatan dagang bilateral yang dapat meringankan beban tarif, khususnya menjelang tenggat waktu pelaksanaan tarif penuh pada pekan depan.
Dalam pertemuan itu, masing-masing negara menyampaikan keberatan dan dampak ekonomi yang mungkin timbul akibat kebijakan proteksionis tersebut, sementara AS menekankan perlunya keseimbangan dalam neraca perdagangan.
Upaya Trump ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menghindari perang dagang yang lebih luas serta menjaga stabilitas hubungan internasional, terutama dengan negara-negara mitra utama yang selama ini menjadi bagian penting dari rantai pasok global.
Pada Rabu (2/4), Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif kontroversial yang menetapkan tarif dasar sebesar 10 persen atas semua barang impor ke AS, efektif mulai 5 April 2025.
Kebijakan ini menjadi bagian dari langkah proteksionis terbaru pemerintahan Trump yang mengusung slogan "America First," dengan dalih untuk melindungi industri domestik dari tekanan produk luar negeri.
Namun, bukan hanya itu—Trump juga memerintahkan penerapan tarif yang lebih tinggi dan bersifat timbal balik terhadap negara-negara yang memiliki defisit perdagangan terbesar dengan Amerika Serikat, yang akan diberlakukan mulai 9 April 2025.
Langkah ini langsung mengundang reaksi keras dari berbagai mitra dagang utama AS.
Baca Juga: Anwar Ibrahim Telpon Para Pemimpin Negara ASEAN Salah Satunya Prabowo, Respons Langkah Tarif Trump
Beberapa negara telah secara terbuka menyatakan niat untuk melakukan pembalasan atas kenaikan tarif tersebut, memicu kekhawatiran akan terjadinya perang dagang global yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi internasional.